Opini  

Urgensi Literasi Digital di Indonesia

Oleh: Agus Khairi, M.Pd

(Pegiat Literasi, Pandu Digital Indonesia)

Masih segar dalam ingatan kita beberapa waktu lalu jagat maya dihebohkan dengan adanya temuan Microsoft bahwa netizen (baca: warganet) Indonesia disebut yang paling tidak sopan di dunia maya. Temuan ini merupakan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Perusahaan Raksasa tersebut mengenai tingkat kesopanan digital pengguna internet dunia yang menggunakan Digital Civility Index (DCI).

Dilansir dari Kompas.com, laporan terbaru DCI tersebut menempatkan warganet Indonesia di peringkat terbawah se-Asia Tenggara. Dengan demikian warganet Indonesia dikatakan paling tidak sopan dalam berkomunikasi di dunia maya di kawasan Asia Tenggara. Temuan tersebut seolah terbukti dengan banjirnya komentar netizen di akun Instagram Microsoft. Microsoft langusng menutup kolom komentarnya karena serangan netizen Indonesia tersebut.

Selain tingkat kesopanan tersebut ada hal lain lagi yang dihadapi oleh warganet Indonesia, yaitu penyebaran berita bohong (hoax) yang banyak sekali di media sosial. Sehingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI secara berkala memberikan laporan terkait dengan berita bohong yang beredar di dunia maya. Hoax ini banyak terjadi dalam berbagai bidang. Tak terkecuali dengan hal baru yaitu vaksinasi COVID-19. Pada bulan lalu tepatnya 5 Maret 2021, Kominfo melaporkan sebanyak 677 hoax vaksin COVID-19 yang beredar di berbagai platform digital.

Melihat fakta di atas maka tidak berlebihan jika dikatakan literasi digital masyarakat Indonesia masih belum baik. Hal ini sesuai dengan hasil survei yang dilakukan oleh Katadata pada tahun 2020 bahwa indeks literasi digital di Indonesia secara nasional berada pada level sedang. Dengan rincian sebagai berikut: Subindeks 1 Informasi dan Literasi Data 3,17; subindeks 2 Komunikasi dan Kolaborasi  3,38; subindeks 3 Keamanan 3,66 dan subindeks 4 Kemampuan Teknologi 3,66.

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia secara umum masih belum memahami bagaimana menggunakan dan memanfaatkan media digital yang sekarang sedang berkembang. Sehingga justru yang timbul bukanlah dampak positif dari perkembangan digital namun justru dampak negatiflah yang terlihat di permukaan.

Oleh karena itu di samping terus mempercepat perluasan akses internet sebagai bagian dari transformasi digital oleh pemerintah, maka kurikulum literasi digital menjadi kebutuhan yang mendesak untuk diadakan. Kita patut berbahagia bahwa belum lama ini modul literasi digital sudah diluncurkan oleh Kementerian Kominfo, Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi dan Jaringan Pegiat Literasi Digital (JAPELIDI). Modul tersebut mencakup empat kompetensi yaitu Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.

Dengan adanya 4 seri modul di atas sepintas akan bisa terjawab persoalan rendahnya literasi digital masyarakat Indonesia dalam empat tahun ke depan. Karena Roadmap Literasi Digital Indonesia dirancang dari tahun 2021-2024. Maka akan ada waktu empat tahun untuk menerapkan modul literasi digital yang sudah disusun.

Tentunya tugas untuk meningkatkan literasi digital masyarakat Indonesia tidak terhenti sampai adanya modul tersebut. Perlu ada gerakan terstruktur, sistematis, dan massif oleh lembaga formal maupun nonformal yang dikomandoi oleh Kementerian Kominfo sebagai leading sector dalam bidang ini. Tidak cukup Gerakan Nasional Literasi Digital hanya diserahkan kepada lembaga atau komunitas masyarakat untuk melakukan pendidikan maupun pelatihan. Namun harus diatur agar lembaga pendidikan formal, baik Sekolah/Madrasah maupun Perguruan Tinggi, ikut terlibat dalam pendidikan literasi digital tersebut. Apakah dengan memasukkan literasi digital ini masuk ke kurikulum tersendiri ataukah kemudian terintegrasi dalam kurikulum yang ada.

Jangan sampai praktik GNLD ini bernasip sama dengan Gerakan Literasi Sekolah dan Gerakan Literasi Masyarakat. Yang mana semangatnya berhenti pada tataran konsep saja kemudian diserahkan kepada masyarakat yang bergerak secara sukarela untuk menjalankan konsep yang ada. Dari pihak pemerintah bukan tidak ada perhatian terkait dengan Gerakan Literasi Nasional tersebut namun bisa dikatakan masih kurang. Hal ini terlihat pada gaung gerakan pada awal namun makin ke sini makin meredup. Masih beruntung banyak masyarakat, baik individu maupun komunitas yang tergerak untuk terus melakukan gerakan peningkatan literasi di tengah masyarakat.

Terkait dengan GNLD tentunya gerakan sudah banyak diinisiasi oleh pihak terkait, namun tentunya skala masih cukup kecil untuk menjangkau penduduk Indonesia secara keseluruhan. Mengingat pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 202,6 juta jiwa. Tentunya ini menjadi Pekerjaan Rumah yang berat kalau hanya dilakukan oleh satu atau dua lembaga saja yang fokus dalam Gerakan Literasi Digital. Apalagi akan diserahkan kepada individu atau lembaga maupun organisasi masyarakat sipil untuk GNLD ini, tentunya target empat tahun akan sulit dicapai.

Oleh karena itu, tanpa mengurangi penghargaan kepada mereka yang secara sukarela melakukan GNLD, penulis berpandangan bahwa Kurikulum Literasi Digital perlu  dipertimbangkan agar terintegrasi pada kurikulum pendidikan formal yang ada di Indonesia. Karena melaui lembaga pendidikan formal inilah dapat diajarkan kompetensi literasi digital secara terstruktur. Kenapa terintegrasi, tidak kurikulum sendiri, agar tidak terkesan bahwa kurikulum di lembaga pendidikan formal semakin padat. Namun dengan terintegrasinya kurikulum literasi digital ini akan dapat dikaitkan dengan materi yang ada dan tentunya akan lebih aplikatif. Tidak sekedar menyajikan teori tentang literasi digital.

Sembari menunggu langkah nyata penerapan Roadmap Literasi Digital 2021-2024 dari leading sector yang ada, gerakan oleh organisasi masyarakat sipil, lembaga, maupun individu harus terus digalakkan. Semangat harus terus dijaga, sekecil apapun dampak yang diberikan dari gerakan tersebut. Sehingga terwujud tranformasi digital yang merata di seluruh wilayah dan penduduk Indonesia ke depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *