Opini  

TGH. Sibawaihi Dua Kali Menolak Penghargaan Kalpataru

TGH. Sibawaihi (Alm.)

Oleh: Asep Barnara

Penghargaan Kalpataru diberikan setiap tahun sejak 1981 sebagai salah satu rangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Indonesia.

Kalpataru sendiri berasal dari Bahasa Sanskerta ‘kalpataru’ atau ‘kalpawreksa’ yang mempunyai arti ‘pohon kehidupan’. Gambar kalpataru ini terpahat di Candi Mendut dan Candi Prambanan.

Di Pulau Lombok, secara sosial budaya di mana sosok Tuan Guru sebagai pemimpin informal dianggap mampu mengemban tugas berat tersebut. 

Tuan Guru Haji (TGH) Sibawaihi merupakan sosok yang dinilai memiliki kemampuan sebagai Ulama yang berperan penting dalam pelestarian lingkungan, khususnya di Pulau Lombok. Hal ini dikarenakan beliau memiliki tipe Tuan Guru yang lengkap yang dianggap sebagai syarat berdakwah berbasis Lingkungan, beliau memiliki tipe Tuan Guru intelektual, Tuan Guru Pesantren dan Tuan Guru Tarekat.

Selain itu beliau juga dikenal sebagai Tuan Guru yang penuh motivasi dan kuat dalam bertindak, berinovasi dan cerdas dalam konsep, menginspirasi dan mengubah kehidupan sosial budaya.

Filosofinya tentang konsep dan tindakan didasarkan pada Al-Qur’an, Hadits dan penuh rasa takut kepada Allah SWT.

Pada tahun 2004 penulis saat itu bertugas sebagai jurnalis Radio Kharisma dan Kontributor KBR68H Jakarta dengan Gema Nirwana dari Geledek News Lombok Timur.

Kami berdua menemui Alm.TGH Sibawaihi di Pantai Cemara, Selatan Lombok Timur. Ketika sampai di sana, kami diterima oleh istrinya di sebuah berugak atau bale-bale dekat rumahnya.

Ketika itu Alm.TGH. Sibawaihi sedang bekerja di ladangnya mencangkul, menanam dan membersihkan kebun dari rumput-rumput dan dilakukannya sendirian.

Kurang lebih 30 menit kami menunggu TGH. Sibawaihi yang kharismatik ini kembali istirahat dari berkebunnya.

Beliau menerima kami dengan ramah hangat dan berbicara santai penuh humor sehingga tidak terkesan kaku, beliau bisa menyesuaikan diri dengan kami dan bicara lugas selama satu jam lebih.

Saat itu kami sedang membuat tulisan tentang sejarah Gawah Sekaroh yang ada di wilayah selatan Lombok Timur dari yang dulunya hutan rimba dan pada saat ini menjadi kering panas berdebu karena pohonnya sudah habis ditebang oleh Manusia.

Kami melihat perjuangan beliau untuk berusaha menghijaukan kembali, didukung saat itu dengan Gerakan Kehutanan (GERHAN) oleh Pemerintah Indonesia untuk wilayah selatan tersebut.

Dan upaya yang tidak mengenal lelah penghadangan rusaknya bibir Pantai yang terkikis setiap hari oleh abrasi yang kian meluas, beliau berusaha menanam pohon Cemara dan bakau serta pemasangan gorong-gorong.

Atas inisiatif dan usahanya beliau, sudah banyak pantai di wilayah selatan Pulau Lombok yang diselamatkannya dari ancaman abrasi tersebut.

Dalam pembicaraan dan dialog tersebut, TGH. Sibawaihi menyebutkan bahwa dirinya pernah dua kali menolak Penghargaan Lingkungan Hidup “KALPATARU” dari Pemerintah Republik Indonesia, Presiden Soeharto waktu itu.

Ketika ditanyakan alasan penolakan tersebut Alm.TGH. Sibawaihi mengatakan bahwa dirinya, tidak butuh penghargaan dari Pemerintah tetapi yang diharapkan adalah Penilaian dan Penghargaan dari Allah SWT. 

Kami berdua saat itu begitu kagum dan sangat respek atas pernyataannya, belum pernah ada seorangpun yang menolak perhargaan tertinggi di Bidang Pelestarian Lingkungan Hidup di Republik tercinta ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *