Opini  

Larangan Mudik: Kebijakan Setengah Hati

Oleh: Amar Alhaq

Staff Kementerian Sosial Politik BEM UNRAM 2021

Bulan Suci Ramadhan 2021 kini telah memasuki 10 hari terakhir. Salah satu budaya masyarakat menjelang Idul Fitri adalah pulang kampung (mudik). Dalam perspektif sosiologis mudik lebaran adalah mendekatkan diri dan merekatkan kembali “hablun minannas” yaitu hubungan antara masyarakat (perantau) yang mudik lebaran dengan keluarga di kampung halaman. Momentum lebaran Idul Fitri adalah kesempatan masyarakat membangun dan memperbaharui hubungan sosialnya.

Masih adanya wabah pandemi Covid-19 dan mempertimbangkan penularan wabah pandemi Covid-19 di Indonesia membuat pemerintah mengambil kebijakan pelarangan mudik bagi masyarakat. Kebijakan ini juga pernah diberlakukan tahun 2020 yang lalu dengan melarang masyarakat melakukan mudik. Kebijakan melarang masyarakat mudik kembali diambil pemerintah Melalui Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan Covid-19 No. 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1442 Hijriah terhitung dari tanggal 6 – 17 Mei. Tak tanggung-tanggung larangan mudik ini berlaku untuk semua moda transportasi darat, laut dan udara.

Kebijakan pemerintah yang melarang mudik tahun lalu dengan sekarang memiliki tantangan yang berbeda. Tahun lalu Covid-19 baru melanda serta secara psikologis masyarakat begitu takut akan wabah ini karna berita yang simpang siur. Namun kini situasinya sudah berbeda, kehidupan masyarakat sudah mulai normal, kegiatan masyarakat sudah mulai berjalan. Setahun lebih pandemi Covid-19 membuat masyarakat lelah akan situasi yang serba sulit, inilah kemudian membuat kesadaran masyarakat menerapkan protokol kesehatan menurun, belum lagi kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah membuat sebagian masyarakat hilang kepercayaan pada pemerintah.

Adanya kebijakan pelarangan mudik Idul Fitri ini seharusnya berlaku pula di sektor-sektor lain seperti ekonomi, pariwisata, termasuk pelarangan warga negara asing masuk ke Indonesia. Namun di sisi lain, pemerintah mengizinkan tempat wisata dibuka dan dikunjungi oleh masyarakat, pemerintah membolehkan pula penerbangan dari Jakarta ke Wuhan China dan sebaliknya, pemerintah juga membolehkan warga negara India masuk ke Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah ini menyiratkan bahwa kepentingan ekonomi lebih penting dari kepentingan sosial religius masyarakat.

Seharusnya sejak awal pemerintah melarang kedatangan WNA (Warga Negara Asing) ke Indonesia, seperti pemerintah melarang masyarakat Indonesia melakukan mudik Idul Fitri 1442 Hijriah. Khususnya terkait dengan kedatangan warga India, sebagaimana kita ketahui bersama saat ini di India terjadi lonjakan kasus positif Covid-19. Masyarakat tentu bertanya-tanya di satu sisi dilarang mudik di satu sisi pemerintah mengizinkan WNA masuk ke Indonesia. Pemerintah harus konsisten dengan kebijakan-kebijakan yang diambilnya jangan kemudian ada perbedaan perlakuan antara WNA dengan rakyat sendiri.

Dalam konteks daerah, masyarakat Provinsi NTB dibuat heran dan bingung dengan keluarnya Instruksi Presiden Joko Widodo yang memerintahkan Gubernur, Bupati, dan Walikota, melarang warga untuk mudik. Sebelumnya Gubernur NTB Dr. Zulkieflimansyah mengeluarkan pernyataan  yang membolehkan mudik lokal dalam daerah. Bahkan Dr. Zul mengeluarkan kata-kata bijak “Rindu itu Biarkan Mengalir” dan tanggal 3 Mei 2021 mengeluarkan surat edaran larangan mudik nasional dan global, sedangkan mudik antara kota dan kabupaten di NTB diperbolehkan. Namun tanggal 4 Mei 2021 Gubernur NTB kembali mengeluarkan surat edaran tentang larangan mudik baik lokal, nasional dan global.

Sikap inkonsisten Dr. Zulkieflimansyah sebagai Gubernur NTB terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya bisa menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat kepadanya. Bahkan penulis perhatikan di media sosial seperti Facebook masyarakat mengeluarkan hashtag #GubernurNTBHobiPrank.

Penulis berharap kepada pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan hendaknya dipikirkan secara matang dan tepat agar tidak menimbulkan keributan di tengah-tengah masyarakat serta agar kepercayaan masyarakat pada pemerintah tidak hilang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *