Opini  

Bubus: Pengobatan Tradisional Suku Sasak

Oleh : Dalili Siti Mulyani, Mahasiswi Sosiologi Universitas Mataram

 

Pengobatan tradisional sampai saat ini ternyata masih banyak diminati oleh sebagian masyarakat. Selain lebih murah dibandingkan melakukan check up ke dokter, obat-obat yang digunakan dalam pengobatan tradisional juga lebih alami sehingga minim sekali efek samping. Bahkan lebih banyak orang-orang yang lebih cocok dengan obat tradisional sehingga hal ini membuat ilmu kedokteran menggali lebih banyak informasi mengenai kandungan obat tradisional yang dibuat dari rempah-rempah atau tanaman tradisional. 

Sebagian masyarakat masih memanfaatkan obat tradisional karena dipercaya dapat menyembuhkan penyakit tertentu. Tetapi, obat tradisional umumnya lebih lambat bereaksi dalam proses penyembuhan sehingga lebih baik tetap didampingi pengobatan secara modern. Obat tradisional juga tidak dapat digunakan oleh semua orang walaupun minim efek samping. Misalnya wanita yang sedang hamil sebaiknya tidak mengkonsumsi obat-obatan secara sembarangan termasuk obat tradisional untuk menghindari bahaya pada janin.

Pengobatan tradisional juga masih disukai masyarakat suku Sasak. Masyarakat Sasak mengenal pengobatan tradisional dengan istilah “Bubus”. Pengobatan ini terbuat dari berbagai jenis tanaman obat tradisional yang dibentuk seperti obat tablet. Dalam pembuatannya juga diiringi dengan doa-doa sembari membentuk racikan rempah-rempah tersebut menjadi obat berbentuk tablet. Tidak semua orang dapat meracik obat ini karena mereka yang meracik obat ini memiliki kemampuan khusus yang diperoleh secara turun temurun. 

Masyarakat percaya khasiat bubus ini dapat menyembuhkan penyakit yang menjadi keluhannya. Meskipun sudah pergi ke dokter, tetapi masyarakat biasanya juga akan tetap berobat secara tradisional. Hal ini agar pengobatan yang dilakukan seimbang antara tradisional dan modern sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan. Pada pengobatan bubus ini, selain diberikan obat rempah-rempah berupa tablet juga dibacakan doa-doa kepada orang yang sedang sakit. 

Biasanya pengantung (pemangku) yang mengobati akan memegang kepala orang yang sedang sakit atau disebut juga “bepopot”, lalu dibacakan doa-doa seperti shalawat dan bacaan doa-doa lainnya. Setelah itu, ada air putih yang juga dibacakan doa-doa untuk diminum dalam membantu proses penyembuhan. Orang-orang yang datang berobat biasanya juga membawa beras atau gula sebagai ucapan terima kasih.

Secara sosiologis fenomena ini berkaitan dengan teori konstruksi sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman yang menjelaskan pemaknaan atas realitas dari pengetahuan manusia yang kemudian dilakukan dari generasi ke generasi penerus melalui proses sosial interaksi manusia dengan lingkungannya. Pada teori konstruksi sosial juga disebutkan bahwa “kenyataan” dan “pengetahuan” yang lahir dari konstruksi sosial yang terjadi pada kehidupan sehari-hari sangat dipengaruhi oleh individu dalam memahami sesuatu berdasarkan kebiasaannya (habit) dan cadangan pengetahuannya (stock of knowledge). Menurut Berger dan Luckman, yang terjadi pada kehidupan sehari-hari sebagai sebuah kenyataan yang tertib dan tertata. Realitas hidup seperti sudah dibentuk oleh suatu tatanan objek-objek sebelum seseorang hadir dan tatanan tersebut menjadi bermakna. Selain itu, realitas hidup yang ada dan diterima oleh masyarakat merupakan sebuah hal yang dapat dikatakan memaksa dan sudah jelas serta akan berlangsung secara terus menerus. Untuk dapat mengubahnya memerlukan peralihan yang sangat besar.

Dalam konstruksi sosial, dapat dikatakan bahwa bebubus adalah sebuah tatanan masyarakat yang sudah ada sejak nenek moyang secara turun temurun. Pada teori ini masyarakat berpartisipasi dalam menciptakan kenyataan dan pengetahuan sosial mereka. Konstruksi sosial mempercayai bahwa manusia memaknai dunia di sekitarnya melalui sebuah proses sosial, melalui interaksinya dengan orang lain dalam kelompok sosial (Berger & Luckman, 1966). Bebubus juga dapat diartikan sebagai pandangan masyarakat tentang apa yang mereka pahami. Dapat dikatakan bahwa dunia telah membentuk perilaku sosial masyarakat sehingga masyarakat mengkonstruksi pemahamannya tentang dunia sekitarnya. 

Pengobatan tradisional masih disukai masyarakat dan masih dapat ditemui di perkotaan maupun pedesaan. Hal ini dikarenakan pengobatan tradisional dipercaya dapat menyembuhkan penyakit dan ilmu pengobatan yang dilakukan pengantung (pemangku) diperoleh secara turun temurun. Masyarakat Sasak juga masih sangat mempercayai pengobatan tradisional, karena menggunakan bahan dari rempah-rempah yang minim efek samping dan juga dipercaya memiliki khasiat yang bagus bagi tubuh manusia. Masyarakat sasak juga banyak yang tetap melakukan pengobatan secara tradisional meskipun sudah melakukan pengobatan secara modern. Hal ini dikarenakan agar pengobatan yang dilakukan seimbang dan mempercepat proses penyembuhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *