Lombok Timur – Ialah Citra, mahasiswi hukum asal Pulau Maringkik yang kini sedang menempuh semester akhir di salah satu Kampus Swasta di Lombok Timur. Ia juga aktif di sejumlah organisasi, baik organisasi mahasiswa pun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) hingga Lembaga Pemberdayaan Perempuan.
Di tengah kesibukannya dengan tugas akhir, yaitu skripsi, ia menyempatkan diri untuk mencari kerja guna meringankan beban orang tuanya yang sudah bertahun-tahun membiayainya. “Pokoknya wisuda ini, aku harus biaya sendiri dari hasil kerjaku,” terangnya dengan penuh optimis.
Berbekal pengalaman menulis di blog pribadi, kini ia pun mencoba untuk mencari kerja sesuai hobi yang pernah digeluti. Pada suatu ketika, tutur Citra, di sore yang mendung menjelang senja, ia menscroll facebook dan melihat sebuah pamflet di story temannya. Pamflet itu tentang tawaran menjadi seorang jurnalis. Seketika saja, ia tertarik dan berkeinginan untuk mencoba.
Tak mau menyia-nyiakan peluang, Ia pun tak membiarkan kesempatan itu lolos, dengan mencoba mendaftarkan diri. Alhasil, ia diterima di Fajar Harapan, salah satu media online. “Alhamdulillah aku diterima,” ucap perempuan berdarah Bugis itu.
Sebagai seorang wartawan, ID Card tentu menjadi kebutuhan sebagai legalitas dalam kerja liputan di lapangan. Apalagi wartawan baru yang belum dikenal baik di kalangan sesama wartawan, pun instansi dan para pejabat.
“ID Card ku sudah jadi, kegiatan liputan dimulai,” ujar Citra waktu itu. Liputan pertama dimulai dengan mewawancarai seorang polisi yang tidak lain adalah teman kampusnya di fakultas hukum Universitas Gunung Rinjani (UGR).
Namun, dari hasil liputan pertama itu, ia sempat pesimis dan ragu. Menurutnya menjadi wartawan itu butuh mental baja dan konsistensi untuk menjalani liputan di lapangan.
Ragu, bimbang, dan gelisah sempat menghantui pikirannya. Namun hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk menyerah menjadi seorang pemburu berita.
Berbekal orang pergerakan dan aktivis perempuan, ia ingin membuktikan bahwa perempuan tidak melulu soal lipstik dan make up belaka. Namun perempuan juga bisa mengerjakan pekerjaan lelaki. Hal ini dibuktikannya dengan mencoba menjadi jurnalis di Lombok Timur yang mana mayoritas teman-teman wartawannya adalah laki-laki.
Kini, perempuan yang mudah bergaul dengan siapa saja ini malah mendapat banyak tawaran dari beberapa media, meski belum genap setahun menggeluti dunia jurnalistik. Tak jarang dalam setiap liputannya, hanya dialah perempuan di tengah-tengah mayoritas wartawan laki-laki di sekelilingnya.
Namun hal itu tidak membuat semangatnya mundur, malah semakin tertantang dan terus ingin membuktikan bahwa perempuan tak selalu dicitrakan dengan urusan dapur dan make up. (wan)
Wanita hebat… Maju dan terus lah berkarya…