Lombok Timur – Perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024 di seluruh Daerah Indonesia masih dua tahun lagi. Walau demikian Kontestasi lima tahunan tersebut sudah mulai santer menjadi pembicaraan publik.
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), salah satu perihal yang menjadi buah bibir di kalangan masyarakat serta di tunggu-tunggu publik adalah terkait siapa Penjabat sementara (Pjs). Hal ini menjadi perbincangan siapa yang akan mengisi jabatan Gubernur NTB dan Bupati di beberapa wilayah Kabupaten di NTB.
“Publik merasa dan tidak menafikan bahwa Pjs memiliki peran atau andil terhadap opini dan bacaan peta politik di Pilkada 2024. Tidak hanya itu, kursi penjabat merupakan kursi yang cukup bergengsi mengingat masa Penjabat atau Pjs menduduki jabatan sementara untuk Gubernur dan Bupati di NTB ini terbilang cukup panjang yaitu Satu Setengah masa anggaran APBD,” demikian dikatakan Praktisi Hukum Muda Lotim Deni Rahman, SH kepada Media.
Lebih lanjut, Deni Rahman menjelaskan hal ini sesuai dengan regulasi yang ada, yaitu dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (RI) Nomor 1 tahun 2018 tentang perubahan atas Peraturan Menteri RI Dalam Negeri Nomor 74 tahun 2016 tentang cuti di Luar Tanggungan Negara bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, pada Pasal 4 ayat ayat 2 dan 3.
Di mana sambung Deni Rahman, menyebutkan dalam pasal 4 ayat (2) Pjs Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya/setingkat di lingkup Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Provinsi dan ayat (3) Pjs Bupati/Wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Pemerintah Daerah Provinsi atau Kementerian Dalam Negeri.
Dikatakan lagi, jika melihat dari pasal 4 ayat (2 ) dan (3) di atas, teknis pelaksanaannya diatur sebagaimana dalam pasal 5 ayat (1) Bahwa Pjs Gubernur ditunjuk oleh Menteri dan ayat (2) Bahwa Pjs Bupati/Walikota ditunjuk oleh Menteri atas usulan Gubernur.
Akan tetapi, Deni Rahman berpandangan bahwa, pasal yang cukup seksi menurutnya adalah Pasal 5 ayat 3, yang mana menegaskan dalam hal melaksanakan kepentingan strategis nasional, Pjs Bupati/Wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditunjuk oleh Menteri tanpa usul Gubernur.
Di mana pada tahun 2021 melalui penetapan Peraturan Presiden RI Nomor 84 tahun 2020 tentang Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional Lombok – GTLI Tramena tahun 2020- 2024, dalam pasal 2 ayat (2) Lombok Barat dan Lombok Timur telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Sehingga efeknya secara normatif dapat saja Menteri Dalam Negeri untuk atau dalam rangka pelaksanaan pasal 5 ayat (3) Permendagri tersebut tanpa usulan Gubernur mengingat Lombok Barat dan Lombok Timur masuk sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional dengan mendasar pada pasal 5 ayat (3) Permendagri Junto pasal 2 ayat (2) Perpres tersebut di atas.
Berdasarkan hal itu, Deni menyebutkan jika melihat struktur bangunan normatif dari kedua regulasi tersebut. Mendagri memiliki peran cukup besar dalam mengambil kebijakan untuk menunjuk Pjs Bupati/Walikota terkhusus pada Daerah-daerah yang telah ditetapkan sebagai Kawasan strategi Nasional.
“Namun tentu tetap harus memperhatikan syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat (2) dan (3) Permendagri tersebut (jika tidak ada Amandemen peraturan tentunya), ” tandasnya. (HH)