Lombok Timur – Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Belanjakan masuk dalam kategori permainan rakyat yang kompetitif dan juga sebagai hiburan. Belanjakan sudah terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Nomor Inventaris PM 0188.
Belanjakan berasal dari kata lanjak yang artinya menendang dengan tumit atau telapak kaki. Inti permainan ini adalah menendang dengan tumit.
Menurut Mirzoan Ilhamdi atau sering disebut Ming Lombok, Ketua Lambur Community, penggagas Event Belanjakan, menuturkan bahwa permainan ini berawal dari bela diri.
Pada jaman dulu jarak antar Desa saling berjauhan dan harus melewati jalan setapak. Biasanya, jika membawa barang dalam perjalanan orang akan memikul barangnya dan menendang dengan kaki merupakan hal yang dapat dilakukan untuk mewaspadai rintangan yang ada.
Permainan ini diperkirakan sudah ada, sejak abad ke-13. Dan permainan ini selalu dilakukan setelah panen. Sebagai sarana hiburan karena rasa suka cita masyarakat Masbagik atas keberhasilan panen yang melimpah saat itu,” tutur Ming.
Peraturan dalam permainan Belanjakan mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Menurut Mirzoan Ilhamdi, yang dulunya hanya pada saat terang bulan sebelum menanam padi dan sesudah memotong padi. Saat ini, lebih sering dilakukan pada sore hari. Dan walau masih khusus dilakukan pada saat terang bulan, tetapi tidak khusus sesudah panen.
Permainan ini dikhususkan bagi laki-laki dewasa maupun remaja dan biasanya dilakukan antara kelompok desa satu dengan desa lainnya. Permainan dulunya berlangsung beberapa malam. Tiap kelompok mengambil tempat pada sisi arah mata angin.
Sisi-sisi arena ini disebut Ambeng. Ada Ambeng Timuq (sisi Timur), Ambeng Baret (sisi Barat) dan seterusnya. Setiap kelompok akan melawan kelompok yang ada pada sisi berlawanan. Tiap kelompok memiliki seorang pemimpin yang tugasnya memberi saran kepada Pengembar (Official) sesudah meneliti, mengamati apakah anak buahnya yang bertanding sudah seimbang dengan lawan atau belum. “Nah di sinilah peran Pengembar atau kalau jaman sekarang disebut official,” ujar Mirzoan.
Permainan ini dipimpin oleh wasit dan dibantu oleh dua orang Pengembar yang bertugas mencari calon pemain dari kelompok-kelompok di sisi arena.
Pegembar mengambil dua sisi arena sebagai wilayahnya, dan menarik seorang pemain dari masing-masing Raweng, jika mereka berani, permainan akan dimulai, jika tidak akan dipilih ulang,” kata Ming.
Pemain yang sudah mendapat lawan harus telanjang dada dan tidak memakai celana tetapi harus memakai kain dengan bekancut sebelum memasuki arena sambil menghentakkan kaki yang disebut berempak. Lalu wasit akan memberitahukan peraturan dan larangan dalam permainan.
Maka terjadiah tendang-tendangan dan sepak-menyepak, dan jika tendangan lawan dapat ditangkap, lawan dapat dilempar. Dan pemain yang tidak siap dengan hal itu dapat mengatakan Cop untuk memberhentikan permainan sementara.
Setelah itu kata Ming, penentuan pemenang adalah jika lawan ngecop tiga kali berturut-turut atau lawan melakukan kecurangan dengan mengunakan tangan untuk memukul.
Kalau jaman dulu arena permainan dilaksanakan di tempat Tanah Lapang, memakai jerami di tumpuk tebal sebagai pengamanan terkadang di halaman rumah, dan perlengkapan menggunakan Kain sebagai kancut.
Sehingga pada permainan Belanjakan ini timbul nilai-nilai kebersamaan, Nilai Sportivitas, Nilai keberanian, dan Nilai percaya diri.
Asal pemain dari Seluruh Desa di Lombok, tepatnya di Kecamatan Masbagik, Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.
Pada tahun 1995, lanjut Ming, ada kejadian yang memilukan salah seorang pemainnya meninggal dunia, dan sejak itulah permainan Belanjakan ini dilarang oleh Pemerintah. (Asbar)