Lombok Timur – Tradisi Tiu, atau arak- arakan menunggang Kuda setiap tahunnya, yang dilaksanakan oleh Masyarakat Desa Jantuk Kecamatan Sukamulia setiap hari Lebaran, tahun ini akan dilaksanakan kembali setelah hampir 3 tahun dilarang karena Pandemi covid-19 merebak.
Pada Lebaran 1443 H atau tahun 2022 ini, Masyarakat Jantuk merasa lega dan bersyukur karena Pemerintah sudah melonggarkan untuk kegiatan Tradisi Tiu. Namun tetap harus mengikuti protokol kesehatan, terutama menggunakan masker.
Sahri, Warga Jantuk, ketika ditemui Rabu (27/4) menyambut baik lebaran 1443 H kali ini, acara Tiu bisa dilaksanakan kembali. “Acara budaya ini adalah Warisan dari nenek moyang kami,” katanya dengan tegas.
Menjelang lebaran yang tinggal beberapa hari lagi, Warga setempat terutama anak muda sudah bersiap-siap menyewa kuda dari berbagai daerah di pulau Lombok.
Untuk diketahui Desa Jantuk Kecamatan Sukamulia Lombok Timur merupakan Desa yang memiliki tradisi unik saat hari lebaran. Warga setempat baik Pria dan Wanita sama-sama keluar ke jalan dengan membawa kuda tunggangannya berjalan beriringan seperti pawai. Tradisi tersebut oleh warga setempat dinamakan Tiu.
Ratusan kuda biasanya mulai berdatangan ke Desa Jantuk pada hari Lebaran sorenya, Kuda-kuda itu sengaja disewa warga setempat untuk ditunggangi pada hari Lebaran.
Biasanya, menurut Rian, Warga sudah mulai memadati jalan sekitar pukul 12.30 Wita atau setelah sholat Dzuhur di hari Lebaran untuk mempersiapkan berbagai kelengkapan berkuda mereka.
Salah seorang warga Jantuk Ibu Ecik menceritakan, tradisi menunggang kuda memang tradisi yang ditinggalkan nenek moyang mereka. Setiap warga Jantuk harus menunggangi kuda, bahkan mereka menyewa dengan harga jutaan rupiah dari luar Desa mereka, dari Lombok Barat maupun Lombok Tengah.
“Ratusan kuda ini sengaja disewa dengan harga yang bervariasi, dari 1,5 juta hingga 2 juta rupiah. Tradisi ini diikuti tidak hanya kaum Pria saja tapi ada juga ikut kaum perempuan,” ungkap ibu Ecik saat ditemui di rumahnya.
Ecik menjelaskan, tradisi Tiu mulai dilakukan pada hari lebaran sekitar pukul 16.00 Wita atau setelah selesai shalat Asar. Masyarakat menunggang kuda dan memacu kuda mereka di jalanan hingga pukul 17.30 Wita, atau sebelum Maghrib. Setelah itu kuda diistirahatkan untuk dilanjutkan pada dini harinya. “Setelah dilakukan pada sore hari, tradisi ini juga dilakukan pada pukul 03.30 WITA sampai pukul 06.30 pagi. Baru setelah itu warga beristirahat,” terangnya.
Tradisi Tiu ini konon dilakukan sebagai bentuk nilai-nilai perjuangan Masyarakat dalam melawan para penjajah oleh nenek moyang mereka. Memang Masyarakat Jantuk yang merupakan keturunan Sumbawa sebelumnya banyak mengandalkan hidupnya dari beternak kuda.
“Tradisi Tiu ini sudah ada dari jaman nenek moyang kita, sehingga warga Jantuk yang berada di luar juga kalau lebaran dia mudik untuk mengikuti tradisi Tiu. Bahkan mereka yang datang dari luar Lombok Timur, menginap di Jantuk hanya untuk menyaksikan Tradisi Tiu mulai pukul 03.00 pagi,” tegasnya.
Para pemuda Jantuk kadang patungan untuk menyewa kuda tunggangan, meskipun tidak jarang banyak kuda di datangkan dari jauh. “Ada calo yang mencarikan. Datang bertruk-truk diantar ke Jantuk,” terang ibu Ecik.
Dengan dilestarikan tradisi Tiu atau menunggang kuda itu adalah salah satu kebanggaan desanya, sehingga banyak dikunjungi Wisatawan dari Daerah lain bahkan para guide waktu belum ada Corona dulu membawa Turis Asing, mereka rela untuk datang pada dini hari demi bisa menonton kegiatan tersebut.
“Kuda yang ditunggangi juga tidak lengkap aksesorisnya seperti balap kuda profesional, cukup dengan tali kekang, dan ini memang sudah menjadi kebiasaan warga Jantuk,” tutupnya. (Asbar)