Mataram – Kelompok kontraktor di Nusa Tenggara Barat (NTB) berencana akan melakukan kemah (camping) di Kantor Gubernur NTB dalam waktu dekat. Hal itu dilakukan sebagai aksi simbolik untuk membuka mata pemprov NTB yang tak kunjung membayar utang proyek yang telah mereka rampungkan pada 2022 silam.
Sebelumnya, perwakilan kontraktor NTB juga telah melakukan aksi berani dengan berusaha menggembok dan menyegel mobil dinas Gubernur NTB di Pendoponya di Mataram pada Rabu (3/5/2023).
Ahyar mengklaim, aksi kemah itu akan diikuti ratusan orang.
Pada Kamis (4/5/2023) kumpulan kontraktor melakukan pertemuan di salah satu cafe di Mataram. Mereka makin serius menghimpun solidaritas untuk sesama kontraktor yang proyeknya belum juga dibayar oleh pemprov NTB.
Hadir dalam kesempatan tersebut perwakilan kontraktor dari beberapa kabupaten/kota di NTB. Seperti Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah, hingga Kota Mataram. Mereka berhimpun menyusun sejumlah strategi lanjutan agar pemprov NTB segera membayar utang kepada mereka.
Salah satu poin yang mereka sepakati adalah akan melakukan kemah (camping) di halaman Kantor Gubernur NTB.
“Para kontraktor yang terzalimi ini menuntut agar segara hak mereka dari pekerjaan yang belum terbayar di tahun 2022. Jika tuntutan kami tidak segera ditindaklanjuti, para kontraktor dan buruh bangunan akan berkemah di Kantor Gubernur NTB,” kata Ahyar, perwakilan kontraktor asal Kota Mataram.
Ahyar mengaku, aksi pihaknya telah berada pada titik nadir penantian. Selama ini pemprov NTB, kata Ahyar tak pernah memberikan kepastian ihwal kapan akan membayar kewajiban kepada kontraktor.
Ahyar berujar, hal yang terjadi malah sebaliknya. Pemprov NTB diakuinya terkesan memandang sebelah mata para kontraktor.
Senada dengan Ahyar, kontraktor asal Lombok Timur Fathurrahman mengaku pihaknya akan terus menunjukkan sikap-sikap protes. Hal itu semata-mata mereka lakukan sebagai sikap tegas terhadap sikap pemprov NTB.
Selain kemah di Kantor Gubernur NTB, Fathurrahman menerangkan bahwa pihaknya juga telah menyiapkan langkah lain. Jika tuntutan tetap tak digubris, mereka akan menyegel kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
“Langkah berikutnya kami para kontraktor akan menyegel kantor BPKAD,” ucap Fathurrahman dengan tegas.
Di tempat yang sama, Ahmad Amrullah kontraktor asal Lombok Barat mengkritisi alibi yang selama ini sering disampaikan pihak pemprov NTB. Terutama berkaitan dengan musabab belum terbayarnya proyek tersebut.
Alasan adanya wabah covid-19 dan bencana alam dinilainya sudah tidak berterima. Jika covid-19 jadi alasan, mengapa event internasional seperti Motor Cross Grand Prix (MXGP) tetap ngotot dilaksanakan.
“Kami menyayangkan pernyataan gubernur yang menyebut covid sebagai kambing hitam. Kalau alasannya covid, kok event-event internasional di NTB seperti MXGP tetap jalan? Coba uang itu dipakai bayar utang,” bebernya.
Kemudian pernyataan gubernur NTB yang menyebut ada muatan politis di balik protes para kontraktor juga dibantah mentah-mentah oleh Amrullah.
Ia memastikan, tidak ada tendensi politis sedikitpun dari sikap yang ditunjukkan para kontraktor. Hal tersebut murni sikap naluriah yang keluar sebagai bentuk kekecewaan.
“Tidak ada unsur politis seperti apa yang dituduhkan gubernur NTB. Ini murni jeritan kontraktor menuntut hak untuk dibayar. Jangan juga melempar bola panas ke OPD, karena kebijakan ada pada gubernur,” ujar Amrullah.
Kemudian, pernyataan lain yang membuat pihaknya merasa teriris adalah pernyataan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga anggota DPRD NTB Sambirang Ahmadi di beberapa media online. Amrullah menyebutkan komentar Sambirang yang menyebut utang bukan lah aib melainkan tanda pemerintah bekerja sangat tidak logis.
Kemudian pernyataan Sambirang yang menyebutkan bahwa keterlambatan bayar pihak yang berbisnis dengan pemerintah bagian dari risiko pekerjaan.
“Coba kita lebih objektif, pernyataan itu berpriksmanusiaan ndak? Kami ini sudah satu tahun lo menunggu. Coba Pak Sambirang cek satu-satu kondisi kami. Dikejar rentenir hingga harus jual aset,” ucap Amrullah.
Terakhir, kontraktor asal Lombok Tengah yakni Willy menegaskan pihaknya bersepakat untuk tidak mengerjakan proyek tahun 2023 sebelum ada kejelasan pembayaran proyek 2022. Jika PUn nanti utang 2022 telah terbayar, pihaknya meminta kepastian pembayaran proyek yang dikerjakan tahun 2023. Jangan sampai menjadi utang lagi.
“Kami para kontraktor bersepakat tidak akan mengerjakan pekerjaan atau proyek tahun 2023 sebelum ada kejelasan dan kepastian pembayaran pekerjaan tahun 2022,” ucapnya.
Kemudian terkait mekanisme pembayaran proyek tahun 2022, pihaknya tidak ingin jika dibayar dengan cara dicicil.
“Tidak mau dicicil, karena kami bukan bank. Justru kami berutang ke bank. Silahkan pemprov NTB yang berutang selayaknya di bank, bukan di kontraktor,” paparnya.
Willy menggarisbawahi bahwa para kontraktor telah bekerja sebagaimana juklak-juknis yang ada. Terakhir, pihaknya meminta adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara kontraktor dengan pihak pemprov NTB soal kepastian waktu pembayaran.
Sebab mereka tidak ingin hanya ada pernyataan lisan yang tentu sangat mudah untuk tidak dilakukan.
“MoU ini harus ditandatangani, hitam putih. Itu menjadi kesepakatan bersama waktu pembayaran. Jika dilanggar, nanti publik yang menilai,” beber Willy. (*)