Opini  

Pentingnya Digitalisasi Desa di Tengah “Angan-angan” Smart City Daerah

Putra Wanda, S.Kom., M.Eng., Ph.D

Pengamat & Praktisi IT Nasional,

 

Akhir-akhir ini, Pemerintah Daerah di Indonesia, sedang gencar dalam menggaungkan Smart City atau Kota Pintar. Pemerintah Daerah dan pengembang swasta berlomba-lomba untuk menjadikan kotanya bisa menjadi kota pintar. Sebagai negara berkembang dengan penetrasi internet yang besar, memang suatu kebutuhan bagi Indonesia untuk membangun ekosistem smart city yang terintegrasi terutama di kota-kota besar. Namun, kendala yang masih kerap ditemukan ialah ketika Pemda suatu daerah coba mengembangkan smart city, mereka sekadar meniru secara ‘total’ dari kota sebelumnya tanpa melakukan identifikasi masalah mendasar pada proses penerapan Smart City ini. 

Sebenarnya penerapan kota pintar saat ini cukup banyak, terutama di kota-kota besar, seperti Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, Yogyakarta, dan Manado. Dalam pengamatan penulis, kebanyakan pengembangan Kota Pintar ini masih terfokus pada pengelolaan lalu lintas. Contoh yang ada di Jakarta adalah E-Tilang sebagai salah satu terobosan dalam bidang lalu lintas untuk mempermudah kinerja kepolisian negara. 

Konsep Smart City ini pada hakikatnya tidak hanya di sektor lalu lintas, namun ekosistem ini harus terintegrasi dengan berbagai aspek, misalnya penerapan ICT untuk mempermudah cara belanja, bepergian, mendapat pelayanan publik, hingga bagaimana penduduk bisa merasa aman dan nyaman di tempat mereka tinggal. Penulis juga melihat penerapan Kota Pintar di Indonesia saat ini masih kebanyakan berbasis proyek tahunan, tanpa melakukan identifikasi secara jelas apa masalah dan aspek yang menjadi prioritas di smartcity-kan dan apa dampaknya bagi ekonomi di daerah. 

Beberapa saat yang lalu, Pemda Lombok Timur gencar melakukan kampanye Smart City dan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk mewujudkan inisiasi menjadi “Lombok Timur Kota Pintar”. Hal ini memang perlu diapresiasi sebagai bentuk keseriusan daerah dalam menerapkan teknologi sebagai pendorong perekonomian di daerah. Namun, apakah Smart City benar-benar sudah saatnya diprioritaskan sekarang,penulis akan bahas dalam ulasan singkat ini.

Adakah yang lebih urgent di Lombok Timur?

Jawabannya adalah Smart Village atau Desa Cerdas.

Desa Cerdas adalah inisiatif untuk memanfaatkan teknologi informasi bagi masyarakat pedesaan. Inisiatif ini merupakan upaya untuk mencerahkan dan mengedukasi masyarakat lokal dengan memobilisasi kekuatan masyarakat di desa. Tujuannya adalah untuk mendorong pelaksanaan program pelayanan publik berkualitas yang diintegrasikan dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) agar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat desa. Secara konseptual, ada empat pilar Desa Cerdas yakni Smart People, Smart Government, Smart Economy dan Smart Living. Istilah yang mirip-mirip dengan Smart City.

Lombok Timur adalah daerah yang sebagian besar ekonominya ditopang dari perekonomian yang berjalan di desa seperti pertanian dan jual beli produk lokal. Berdasarkan data kontribusi sektor ekonomi di Lombok Timur, tiga sektor utama yang menjadi pembentuk PDRB, yakni pertanian, pariwisata & retail. Apa artinya? Nah, jika melihat dari konsep Desa Cerdas di atas, pengembangan Smart Village di daerah ini terlihat lebih realistis untuk digalakkan dan dibangun guna pertumbuhan sektor ekonomi dan sosial di desa-desa. 

Untuk mengembangkan potensi Desa, Pemda perlu mendukung dan menginisiasi pengembangan ekosistem desa digital demi ekonomi desa yang berkelanjutan. Diharapkan ke depannya masyarakat di desa memiliki adopsi digital yang semakin baik. Pengembangan  Desa Cerdas ini dapat mendorong peningkatan aktivitas dan produktivitas ekonomi di desa-desa.

Jika melihat kondisi lapangan terkait pembangunan TIK di daerah, digitalisasi desa merupakan langkah realistis untuk mendukung pembangunan di desa dalam era revolusi industri 4.0 dibandingkan dengan “buru-buru” menerapkan Smart City yang seperti di beberapa kota yang memiliki “modal” besar. Dalam pengamatan penulis, dukungan infrastruktur jaringan, aplikasi, SDM millennial yang besar di daerah ini dapat menjadi modal utama dalam penerapan desa digital khususnya pada sektor pemerintahan, ekonomi, dan sosial.

Menurut pandangan penulis, Pemda perlu serius dalam pelaksanaan piloting Desa Cerdas yang berbasis karakteristik dan potensi desa di Lombok TImur. Inisiasi ini dapat dimulai dengan bergabung di program nasional seperti  Smart Village Nusantara oleh Telkom Indonesia yang difokuskan pada tiga aspek utama, yakni pemerintah, ekonomi dan sosial. Selain itu, pengembangan Smart Village tentu akan menumbuhkan entrepreneurship warga desa melalui kompetisi dan kolaborasi berbasis digital.

Beberapa contoh aplikasi desa cerdas yang sudah ada antara lain Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Desa (Simpeldesa), User Central Management (UCM), Dashboard Desa, e-Puskesmas, e-Posyandu, Pustaka Digital (PaDi), Bioskop Desa, Kasir Digital dll. Nah, tugas dari pemda dan pihak swasta untuk mewujudkan desa cerdas ini ialah melakukan edukasi berkelanjutan bagi warga desa agar berpindah ke layanan digital desa sambil menguatkan dukungan infrastruktur TIK dan SDM di daerah. Migrasi ke aplikasi digital bagi masyarakat desa dapat mendukung aktivitas keseharian warga dalam bidang pelayanan publik, ekonomi, wisata hingga sosial. Jika melihat realita diatas, lebih urgent mana Smart City atau Smart Village?

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *