Mataram – Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan H Rachmat Hidayat begitu memuliakan para guru yang pernah mendidiknya. Kemarin (15/2/2023), politisi kharismatik Bumi Gora tersebut mengunjungi Asrul Agus, gurunya semasa menempuh pendidikan di SMA 1 Selong, Lombok Timur pada tahun 1967-1969. Rachmat tak akan pernah lupa, berkat para guru-gurunya lah, dirinya bisa seperti saat ini.
“Dari para gurulah, saya, dan kita semua, memperoleh ilmu yang tak terbatas,” kata Rachmat.
Di sela jeda kesibukannya membahas kepentingan Umat Islam di Komisi VIII DPR RI terkait Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 2023, Rachmat bergegas ke salah satu kompleks perumahan di Bintaro, Jakarta Selatan, untuk bersilaturahmi dengan gurunya semasa SMA, Asrul Agus. Meski berjalan harus dibantu alat penyangga, pensiunan pendidik itu terlihat masih bugar di usianya yang kini sudah 81 tahun.
“Doa kami para murid-murid beliau, agar beliau selalu diberikan usia yang panjang oleh Allah SWT, dan selalu dipenuhi dengan keberkahan,” ucap Rachmat.
Dengan takzim, Rachmat mencium tangan Asrul Agus. Dipeluknya pula sang guru yang menyambut kedatangannya didampingi sang istri, yang kini juga sudah berusia 77 tahun.
Asrul Agus, kini menjadi satu-satunya guru semasa Rachmat menempuh pendidikan di SMA Selong yang masih hidup. Tadinya sebetulnya masih dua orang. Seorang lagi, H Syafaruddin Effendy, tinggal di Kekalik, Kota Mataram. Namun, kemarin malam (14/2), Rachmat yang sedang berada di Jakarta mendapat kabar duka, sang guru telah berpulang ke Rahmatullah, dan dimakamkan kemarin sore di TPU Karang Medain.
Kabar duka itu juga disampaikan Rachmat kepada Asrul. Kedua guru dan murid ini pun saling berangkulan. Tak kuasa pula keduanya membendung air mata. Seluruh ketetapan dari Allah, sesungguhnya adalah yang terbaik.
Asrul dan Syafaruddin, merupakan guru-guru generasi pertama yang mengajar di SMA 1 Selong. “Beliau-beliau adalah teladan bagi kami para anak didiknya,” imbuh Rachmat.
Ketua DPD PDI Perjuangan NTB ini menempuh pendidikan menengah atas di SMA 1 Selong, Lombok Timur. Masuk pada tahun 1967, Rachmat menamatkan pendidikan di sana pada tahun 1969. Pada masa itu kata Rachmat, sekolah-sekolah negeri di Pulau Lombok masih sangat kekurangan guru. Waktu itu pun, para pendidik memang banyak yang datang dari Pulau Jawa, mengingat akses pendidikan mereka lebih baik. Para guru dari luar daerah itu pun tidak hanya mendapat tugas mengajar di satu sekolah. Namun, mengajar pula di sekolah milik pemerintah lainnya.
Asrul dan almarhum Syafaruddin misalnya. Selain mengajar di SMA 1 Selong, juga mendapat tugas mengajar di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Selong, yang merupakan jenjang pendidikan tiga tahun setelah SMP, layaknya SMA. Namun, SPG dikhususkan untuk mencetak para tenaga guru yang nantinya akan mengajar di jenjang pendidikan sekolah dasar.
“Inilah cara kami sebagai anak-anak didik beliau memberi penghormatan. Jasa-jasa beliau para guru yang begitu besar kepada kami, tak akan pernah bisa ternilai, dan tak akan pernah sebanding dengan pemberian apapun,” imbuh Rachmat.
Di NTB, Rachmat memang dikenal sebagai tokoh yang begitu memuliakan para guru. Belum lama, Anggota DPR RI tiga periode ini juga ikut bersuka cita dengan para guru di Bumi Gora, untuk merayakan Hari Guru Nasional.
Rachmat memang terlahir dari keluarga guru. Ayahandanya, Guru Ramiah, adalah tokoh dan tenaga pendidik yang memiliki nama sangat masyhur di Lombok Timur. Karena itu, Rachmat tahu persis, bagaimana mereka yang menempuh jalan hidup untuk mengajar, akan belajar dua kali lipat lebih keras daripada anak didiknya.
Bagi Rachmat, guru adalah ujung tombak pendidikan bangsa. Karena itu, guru tak akan pernah berhenti menjadi pelita untuk anak bangsa. “Pendidikan merupakan pintu peradaban dunia. Pintu tersebut tidak akan terbuka kecuali dengan satu kunci, yakni seorang sosok guru,” imbuhnya.
Seluruh anak didik harus menyadari bahwa kehidupannya sekarang adalah hasil jerih payah dan keikhlasan guru-gurunya dalam mendidik. Keberhasilan dan kesuksesan dalam kehidupan murid tidak bisa dipungkiri adalah berkat peran dari guru yang telah mengisi akal budinya sehingga tangguh menghadapi bahtera kehidupan.
“Karena itu, tidak pantas bagi siapa pun untuk melupakan jasa guru,” tandas tokoh kharismatik Bumi Gora ini.
Musabab itu, selayaknyalah, kata Rachmat, para guru dimuliakan. Mereka adalah sosok terhormat dan penuh dedikasi yang memberikan segala jerih payahnya bagi calon generasi bangsa.
Apalagi, tak hanya sebagai pengajar, mereka juga bertindak sebagai pendidik. Di lain sisi, sosok guru juga menjadi panutan bagi setiap muridnya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan bernilai.
Rachmat menegaskan, guru memang adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Bukan lantaran mereka tidak memiliki jasa. Justru sebaliknya, lantaran jasa mereka yang sangat besar dan tidak terbilang, sehingga akan menjadi teramat sulit bagi siapapun untuk membalasnya.
“Sebagai umat Islam, agama kita menempatkan guru pada posisi yang sangat mulia dan terhormat. Berkat jasa gurulah, banyak manusia menjadi orang yang mulia dan terhormat pula,” imbuh Rachmat. (*)