Lombok Timur – Kepala Desa Masbagik Utara Baru (MUB) membuka acara Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Desa (Perdes) Desa Masbagik Utara Baru Tentang Perlindungan Sosial Bagi Masyarakat Rentan Menuju Pembangunan yang Inklusif, pada hari Kamis, 8 Juni 2023 bertempat di Lesehan Purnama Tanak Maik.
Acara ini dihadiri oleh Kasubag Hukum Setda Lotim Suherman SH, BPD Masbagik Utara Baru, Pemerintah Desa, Toga dan Toma,Tokoh Pemuda, Kelompok Konstituen, Anggota PKK, Perwakilan perempuan dan lansia.
Dalam sambutannya, Kades MUB Khaerul Ihsan mengatakan, dirinya telah melakukan diskusi beberapa waktu lalu terkait penajaman isu, dibantu oleh Lombok Research Center (LRC) yang memfasilitasi Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Desa (Perdes) Desa Masbagik Utara Baru Tentang Perlindungan Sosial Bagi Masyarakat Rentan Menuju Pembangunan yang Inklusif.
Dengan adanya Perdes ini tentu memudahkan fungsi dan kewenangan dirinya sebagai Kades MUB, juga sebagai landasan Kades atas kebijakannya terhadap Masyarakat.
Lebih lanjut Khaerul Ihsan menjelaskan, terdapat sejumlah masalah yang ada di Desa Masbagik Utara Baru, tetapi karena Perdes ini bersifat terbatas sehingga sasarannya harus lebih spesifik. “Mengapa perdes harus ada karena ini adalah senjata bagi kami (Pemerintah Desa) untuk mengambil kebijakan dengan tujuan untuk melindungi kebijakan Kepala Desa dan kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Untuk itu, lanjut Khaerul, konsultasi publik ini bertujuan untuk mensosialisasikan Rancangan Peraturan Desa (ranperdes) sekaligus menampung aspirasi Masyarakat selaku subjek dan objek hukum untuk menyempurnakan aturan dalam Ranperdes tersebut.
Direktur Lombok Research Center (LRC), Suherman menerangkan bahwa kegiatan hari ini merupakan salah satu implementasi program inklusi di Lombok Timur. Pentingnya perdes ini juga berdasarkan pada pembangunan di Lombok Timur yang masih menyisakan kesenjangan yang sebagian besar selalu merugikan kelompok rentan (perempuan, anak, lansia, perempuan kepala keluarga, masyarakat miskin dan disabilitas). Nantinya kelompok inilah yang akan diatur lebih spesifik terkait teknis perlindungan dan pemberdayaannya.
“Jadi untuk merangkul semua masyarakat kita butuh regulasi atau kebijakan di tataran desa, sehingga semua orang terlindungi dan berpartisipasi dalam pembangunan tanpa adanya diskriminasi,” tambahnya.
Dr. Maharani selaku Tim Penyusun juga menyampaikan bahwa perlindungan sosial merupakan upaya yang dilakukan pemerintah pusat hingga pemerintah Desa. Bahkan ada instruksi dari kementerian untuk menganggarkan dana yang dikhususkan untuk perlindungan sosial, makanya terdapat sejumlah program kesejahteraan dari pemerintah seperti BLT, JKN, PKH dan seterusnya.
Lalu, mengapa perdes ini menyasar masyarakat rentan, karena mereka adalah kelompok yang harus dilindungi. Terlebih di NTB ini terdapat 64.000 lebih KK yang masuk kategori miskin, dan terbesar ada di Kabupaten Lombok Timur, padahal instruksi presiden di tahun 2024 ini harus nol masyarakat miskin ekstrim.
“Negara saja masih kewalahan memenuhi kesejahteraan bagi masyarakat, misalnya dalam program BLT, pasti ada saja masyarakat yang tidak kebagian padahal sebenarnya mereka berhak, inilah yang nantinya akan disasar dalam perdes ini termasuk seperti apa teknisnya”, kata Maharani.
Dari hasil penajaman isu disepakati beberapa isu yang akan diangkat di dalam peraturan desa Masbagik Utara Baru, antara lain tentang masalah pemberdayaan perempuan kepala keluarga, ex pekerja migran (PMI) dan masyarakat yang berhadapan dengan hukum (ex pengguna narkoba). Selanjutnya Peraturan Desa yang sudah difinalkan akan menjadi landasan untuk semua masyarakat agar lebih aktif dalam pembangunan.
Dedy Febry Rachman, Ketua BPD Desa Masbagik Utara Baru juga memberikan tanggapannya bahwa ada keunikan dari perdes Masbagik Utara Baru. Salah satunya pada bagian ruang lingkup pemberdayaan dan pembiayaan, artinya anggaran untuk perlindungan dan pemberdayaan masyarakat rentan bukan hanya dibebankan pada APBDES semata. Sebab beberapa tahun terakhir pasca Covid desa dibebankan sejumlah program pemerintah untuk kesejahteraan sosial, beberapa di antaranya ada program BLT, PKH, BST dan masih banyak lagi yang harus tetap berjalan.
“Jadi agar tidak semua dibebankan ke desa, dibutuhkan kerjasama dengan pihak lainnya untuk mendukung anggaran, misalnya swasta, Baznas atau OPD terkait,” jelas Dedy.
Dalam diskusi tersebut ada 9 orang peserta yang bertanya maupun memberikan masukan untuk penyempurnaan Perdes Desa Masbagik Utara Baru di antaranya, salah satu perwakilan PKK mengusulkan agar ada akomodasi publik yang bisa diakses oleh masyarakat disabilitas misalnya seperti ojek/angkutan umum yang disediakan di Desa Masbagik Utara Baru. Bisa mengakses pendidikan di sekolah-sekolah khusus yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal.
Terkait hal ini Dr. Maharani memberikan tanggapannya, saat ini disabilitas di Indonesia memang tengah menjadi sorotan pembangunan tak hanya di Indonesia namun dunia. Apalagi WHO pada tahun 2011 mencatat 15 persen dari penduduk dunia adalah penyandang disabilitas, sehingga kebijakan yang mengatur tentang disabilitas sebenarnya sudah banyak, dan hal ini akan semakin diperkuat dengan adanya perdes masyarakat rentan tersebut.
“Aturannya sudah ada, tinggal teknisnya seperti apa nanti akan kita rembukan bersama, karena kalau berbicara masalah teknis itu sangat fleksibel, artinya bisa dengan cara apa saja selama itu memberikan manfaat,” kata Maharani sebelum penutupan konsultasi publik. (Asbar)