Oleh : Mahsan Ginwell, Pegiat Sosial
Publik speaking adalah kemampuan menyampaikan sebuah informasi di depan banyak orang secara atau terorganisir. Pembaca pun bisa memberikan pengertian terhadap publik speaking dari perspektif masing-masing tapi pasti tidak jauh dari hal itu, karena pada dasarnya public speaking itu menyampaikan informasi kepada banyak orang secara teratur.
Maka dari pengertian tersebut seseorang yang akan menjadi publik speaker harus mampu menyampaikan informasi itu secara teratur karena itu akan memengaruhi tingkat kepercayaan diri sebagai seorang publik speaker. Banyak orang beranggapan kalau berbicara di depan umum itu harus menggunakan bahasa formal, tentu tidak. Tidak semua moment tempat kita menggunakan bahasa formal. Bahasa yang digunakan itu tergantung dari siapa lawan bicara atau siapa audiens yang kita hadapi.
Maka sebelum berbicara, kita terlebih dahulu mengenal siapa lawan bicara atau audiens kita. Kalau audiens kita kebanyakan anak-anak maka bahasa formal tidak cocok kita gunakan karena anak-anak identic dengan bermain. Begitupun jika audiens kita orang dewasa atau orang tua maka berbeda pula bahasa yang kita gunakan dalam menyampaikan sebuah informasi.
Dalam hal memilih bahasa formal atau tidak ini tentu adanya sebuah kebiasaan yang harus kita lakukan. Kebanyakan seorang pembicara tidak bisa membedakan siapa audiensnya, semuanya dipukul rata. Ini yang menyebabkan ekspresi ketidak nyamanan itu muncul dari raut wajah audiens sehingga ketika melihat raut wajah yang membosankan, itu yang menyebabkan tingkat kepercayaan diri kita menjadi menurun dan hasilnya pun akan berantakan.
Dalam berpublik speaking kita harus memahami betul siapa audiens yang kita hadapi, karena itu akan meningkatkan performa kita dalam menyampaikan sebuah informasi. Menurut mas Pandji Pragiwaksono, dia membagi audiens itu menjadi empat kelompok yaitu anak-anak, alay, dewasa dan orangtua.
Publik speaking di depan anak-anak, kita dituntut untuk menjadi diri kita sendiri. Kita harus ikut dalam dunianya. Karena mereka tahu siapa yang suka anak-anak dan tidak. Publik speaking di depan anak-anak ini kurang pas kalau kita menggunakan bahasa formal karena dunia anak-anak itu adalah dunia main-main. Maka kita akan dituntut paling banyak melakukan candaan atau permainan untuk mendapatkan simpati mereka. Sedangkan pada kelompok alay, kita dituntut masuk pada dunianya. Berpublik speaking di kelompok ini harus alay juga dalam mendapatkan simpati. Alay ini seperti gajah bergerombol yang kuncinya kita harus masuk dalam dirinya.
Kalau kelompok dewasa, ini yang lebih gampang. Melakukan public speaking di kelompok ini cukup kita menyampaikan informasi apa yang akan kita sampaikan dan apa manfaatnya. Ketika mereka tahu manfaatnya apalagi itu akan menjadi kebutuhannya maka sangat cepat kita mendapatkan rasa simpatinya. Sedangkan yang terakhir pada kelompok orangtua, yang harus kita lakukan sebelum berpublik speaking adalah merendah dulu. Apalagi kita berbicara bersama bapak-bapak kita harus sampaikan bahwa kita tidak menggurui mereka karena kita tahu kalau mereka lebih berumur daripada kita.
Maka ketika kita sudah memahami kelompok audiens dalam berpublik speaking, kita bisa mengetahui bahasa apa yang akan kita gunakan untuk menyampaikan sebuah informasi, apakah akan menggunakan bahasa formal atau non formal dan tentunya itu akan lebih mantap lagi kalau kita terus melakukan latihan dalam mengenal lebih dalam karakter audiens.