Lombok Timur – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui Dinas Pariwisata NTB kembali menggelar kegiatan Jumat Salam dengan mengunjungi Desa Wisata Kembang Kuning, pada Jumat pagi. Dalam kunjungan tersebut, rombongan Dispar NTB menggelar diskusi bersama Pj. Kepala Desa Kembang Kuning dan sejumlah pelaku wisata.
“Pertama berdiskusi di kantor desa dengan Pj. Kepala Desa dan sejumlah pelaku usaha pariwisata, khususnya Homestay. Kemudian mengunjungi homestay untuk melihat fasilitas dan proses pelayanan tamu di homestay, ” kata Kepala Bidang Destinasi, Chandra Aprinova, kepada media ini Jumat (1/3).
Dikatakan Chandra, kegiatan tersebut dilakukan guna membangun komunikasi dan mendapat gambaran riil di lapangan terkait permasalahan dan harapan masyarakat dalam membangun sektor pariwisata.
Dalam diskusi tersebut, Dispar NTB mengapresiasi segara saran dan masukan yang telah disampaikan sejumlah pelaku wisata di desa Kembang Kuning. “Rencananya, hasil kegiatan tersebut akan segera dilaporkan kepada Kadispar sebagai bahan acuan tindak lanjut Jumat Salam,” jelas Chandra.
Selaku informasi, Jumat Salam merupakan salah satu program dan terobosan Penjabat (Pj) Gubernur NTB, Lalu Gita Aryadi pasca dipilih menjadi Pj. Gubernur NTB menggantikan Dr. Zulkieflimansyah.
Pj. Kades Kembang Kuning, Mukka Rahman Shahibullah melalui pertemuan tersebut menyampaikan bahwa saat ini Desa Kembang Kuning sudah cukup banyak dikenal oleh wisatawan mancanegara, namun masih kurang kunjungannya dari wisatawan lokal.
“Oleh karena itu, rencananya ke depan Desa Wisata Kembang Kuning akan membangun spot-spot foto yang instagramable untuk menggaet wisatawan lokal,” kata Mukka Rahman.
“Kami berharap akan ada kolaborasi antara Dinas Pariwisata dengan stakeholder-stakeholder terkait lainnya untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas di Desa Kembang Kuning,” lanjut Pj. Kades Kembang Kuning.
Semantara itu, Ketua Pengelola Desa Wisata Kembang Kuning, Rony menambahkan bahwa masalah lainnya yang perlu diberikan atensi untuk kemajuan Desa Wisata Kembang Kuning adalah kurangnya konektivitas antara desa wisata satu dengan lainnya, sehingga kata dia, biaya transportasi dari desa wisata satu ke lainnya sangat mahal. (wan)