Festival Maloka di Kembang Kerang Daya Padukan Budaya Sasak dan Sumbawa

Lombok Timur – Untuk yang kedua kalinya Festival Maloka digelar di Dusun Bagek Manis setelah yang pertama pada tahun 2021 yang lalu. Pelaksanaannya 4 hari pra event (pasar malam) kuliner bersama komunitas Sahabat Seponjol dan 4 hari event Festival Maloka. 

Diceritakan oleh Ketua Panitia M. Rawi Burhani, Senin (19/12) kepada massmedia, bahwa pada hari kamis (15/12) Kepala Desa Kembang Kerang Daya, Dg. Muzakkir Mukhtar,SE. secara simbolis bersama-sama memainkan musik gula Gending dengan para tamu undangan yaitu Camat Aikmel, H. Edwin Hadiwijaya Anggota DPRD Provinsi NTB, Ketua BPPD lombok Timur, Perwakilan Dinas Pariwisata Lombok Timur, dan dari Dinas Sosial Provinsi NTB, sebagai tanda dimulainya Festival.

Pra-event dari tanggal 11, dan event dari tgl 15 , ditutup Minggu 18 Desember 2022. “Event festival Maloka bertujuan untuk Melestarikan budaya dan seni yang ada di kembang kerang daya,” tegasnya.

Festival Maloka menampilkan beragam kebudayaan mulai dari Musik gula gending yang mulai terkikis jaman, proses penggambaran motif tenun dan ikat pakan tenun yang menjadi awal dari motif-motif tenun yang ada di Lombok dan Makanan khas atau kuliner khas kembang kerang,” terang Rawi.

Masakan khas kami ada produk olahan poteng ambon yang sudah lumayan terkenal di Lombok Timur dan yang kami angkat juga ada makanan khas beberok ayam bumbu khas kembang kerang daya, dimana bumbu ini adalah perpaduan antara sumbawa dan sasak karna dikembang kerang daya sendiri 70% penduduk adalah keturunan Sumbawa,” jelasnya. 

“Event ini sudah dua kali diadakan Pertama di tahun 2021 di mana musik gula gending dan kuliner khas yang kami tonjolkan, Sedangkan di 2022 ini kami tonjolkan proses persiapan penenun, mulai dari menggambar motif mengikat pakan, ada 250 pengikat pakan dengan puluhan motif secara serentak dalam event yang kedua ini musik gula gending juga kami tampilkan selama acara pembukaan,” kata Ketua Panitia M. Rawi.

Antusias masyarakat begitu besar walau belum sampai 100% karena kami sendiri masih mensosialisasikan apa manfaat dari event ini untuk Pariwisata di Desa Kembang Kerang Daya sendiri, terutama ke pelaku gula gending ini karna mereka masih banyak yang enggan untuk berpartisipasi dikarenakan harus tetap berjualan untuk kebutuhan sehari hari.

Dijelaskan M. Rawi bahwa kata Maloka itu berasal dari bahasa Sumbawa, adalah bahasa yang paling sopan untuk memanggil seseorang untuk datang dan berkumpul yang bisa di artikan di sini mari kesini,” tutupnya. (Asbar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *