Mataram – Menggeluti usaha Sol sepatu lebih dari 35 tahun, M. Sukri, pria kelahiran Montong Are Sweta kelurahan Sandubaya Kota Mataram, Sejak tahun 1986 hingga kini masih setia dengan profesinya tersebut.
Dengan perawakannya yang sedang, pria 41 tahun ini masih tetap semangat dengan pekerjaannya.
Menempati emperan Lapangan Umum Rembiga Kota Mataram yang tentunya atas seizin TNI AU, M. Sukri yang memiliki 2 anak ini, mengaku menjalani pekerjaan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Setiap harinya ia membuka usahanya dari pukul 09.00 WITA hingga 18.00 WITA menjelang waktu Magrib. Ia mengaku tidak pernah libur kerja kecuali sakit, tetap melayani masyarakat yang ingin memperbaiki sepatu atau sandal maupun Tas.
Menurut penuturannya, Rabu (8/3) dalam sehari paling minim ada sekitar 3 atau lebih pasang sepatu dan sandal yang ia perbaiki. Karena belum punya tempat tinggal, untuk sementara, Ia tinggal bersama istri dan anaknya di Rumah Susun (Rusunawa) TB 1 Lantai 5 Kota Mataram dengan biaya sewa 210.000 per bulan.
Sukri pertama kali terjun sebagai tukang Sol sepatu sejak masih duduk di SMP (tidak tamat). Usia 13 tahun sudah mengikuti profesi ayahnya, yang juga tukang sol sepatu pada tahun 1998.
Lebih dari 15 tahun Sukri buka kios di Pinggir Lapangan Umum Rembiga. Walaupun banyak juga tukang sol yang lain namun tidak ada persaingan satu sama lain. Karena mereka percaya masing-masing rezeki sudah ada yang mengaturnya.
Menjelang Bulan Suci Ramadhan ini, Sukri dan keluarga mulai merasakan dampak harga-harga bahan pokok naik, seperti beras, gula, minyak goreng dan lainnya sehingga menambah beban lagi. Sehingga dia sering nyari sampingan lain, memperbaiki kursi yang robek bila ada panggilan dari yang membutuhkan jasanya.
“Kalau sepi tidak ada yang Sol sepatu kadang pergi mancing di sungai-sungai sekitar Kota Mataram. Hasilnya dimakan bersama anak dan istri. Terkadang dipanggil untuk mijit juga,” terangnya.
Tetapi Alhamdulillah mendekati bulan suci ramadhan 1444 H, sudah mulai ada yang sol sepatu Pria dan Wanita. Sukri mengaku pendapatan rata-rata sehari hanya Rp.100.000,-
Ia mengaku tidak pernah mendapat bantuan dari Pemerintah seperti PKH, atau yang lainnya. Sebenarnya dulu tahun 2020 pernah di survey diminta keterangan oleh Kepala Wilayah (KAWIL) setempat. Namun sampai saat ini tidak pernah ada bantuan tersebut.
Pada tahun 2021 ada yang mengaku dari Walikota Mataram inisial (BB) menghampiri ke kiosnya. Orang tersebut menyarankan untuk membuat kelompok usaha dan dijanjikan akan mendapat bantuan usaha sebesar 5 juta per orang. Akhirnya ia mengajak temannya sebanyak 6 orang dan membuat kelompok. Namun sampai 2023 ini belum ada bantuan tersebut. “Sepertinya kita diPHP,” katanya dengan nada sedih. (Asbar)