Umum  

Refleksi Harsiarnas 1 April 2024: Antara Disrupsi Media dan Karut Marut Pelaksanaan Digitalisasi Penyiaran di Daerah

Mataram – Tanggal 1 April diperingati sebagai Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) setiap tahunnya. Tahun ini merupakan peringatan Harsiarnas yang ke-91 tahun.

Melansir dari laman Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), awal perkembangan penyiaran di Indonesia (dahulu kala disebut Nusantara) dimulai pada tahun 1927. Saat itu, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Sri Mangkoenegoro VII menerima hadiah dari seorang Belanda berupa pesawat radio penerima.

Kemudian pada 1 April 1933 Sri Mangkoenegoro VII mendirikan sebuah lembaga penyiaran radio pertama di Indonesia yang bernama Solosche Radio Vereeniging (SRV). Hari berdirinya SRV ini kemudian dianggap sebagai hari lahirnya penyiaran nasional oleh beberapa tokoh Harsiarnas.

Setelah itu, melalui serangkaian deklarasi yang berhubungan dengan Harsiarnas, akhirnya pada tahun 2019, tanggal 1 April resmi ditetapkan sebagai Hari Penyiaran Nasional melalui KEPPRES Nomor 9 Tahun 2019 oleh Presiden Joko Widodo.

Ketua Asosiasi Penyiar Republik Indonesia (APRI) NTB, Hj. Apriana Mahdan, kepada massmedia via telp, mengucapkan selamat Harsiarnas yang ke-91 Semoga penyiaran RRI Maupun Radio Swasta dapat bertahan dengan tantangan zaman dan loncatan era digital semakin maju. Ia berharap Peringatan Hari Penyiaran Nasional ini menjadi momentum bagi TV dan radio mengambil peran untuk merawat kebhinekaan melalui penyiaran yang sehat dan berkualitas. “Mari sukseskan Hari Penyiaran Nasional ke-91,” ujarnya.

Hari Penyiaran Nasional ini, menurut Hj. Apriana Mahdan yang juga masih aktif di RRI Mataram, mengatakan hari ini 1 April momen penting untuk menghargai peran besar penyiaran dalam kehidupan sosial, budaya, dan politik di Indonesia. Melalui penyiaran, masyarakat bisa mendapatkan informasi, hiburan, dan pendidikan yang penting untuk membangun negara yang lebih baik.

“Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, Penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan,” tegasnya.

Sementara itu Mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTB dan Dewan Penasehat Forum TV Lokal Provinsi NTB, Sukri Ray Aruman kepada massmedia Senin,1 April 2024, menyinggung masalah-masalah isu penyiaran hari ini masih terkait digitalisasi siaran TV yang mengakibatkan satu per satu TV lokal di NTB hilang dari peredaran. 

Lanjut Ray, ini akibat dari kebijakan suntik mati TV analog dan mahalnya sewa kanal tv digital atau MUX dalam situasi ketidakpastian iklim investasi dan bisnis siaran TV digital. “Belum lagi masyarakat kita yang sebagian besar  belum paham dan tidak bisa membedakan antara smart TV, TV kabel dan TV digital. Ini ironis,” ujarnya.

Ditambah lagi janji Pemerintah dan Pengusaha penyedia MUX untuk berbagi STV gratis hanya isapan jempol belaka. Menambah kacaunya ketidakjelasan pelaksanaan digitalisasi penyiaran sampai saat ini.

“Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan PP No 46 tahun 2021 tentang penyewaan slot MUX TV digital juga menjadi anomali ketidak pastian hukum, ini PR Pemerintah,” tegas Ray Aruman. (Asbar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *