Umum  

Berada di Bawah Wilayah Mata Air Lemor, Desa Selaparang Masih Kekurangan Air

Lombok Timur – Kebutuhan Pokok Minimal Pemakaian Air setiap orang mencapai 121 liter per harinya. Pemakaian tersebut antara lain untuk minum dan masak, cuci pakaian, mandi, bersih rumah, serta keperluan ibadah.

Massmedia berkesempatan berbicara dengan Guru Basyri hari kamis (22/6) dari Desa Selaparang yang menceritakan panjang lebar ketika Dusun yang berada di Desa Selaparang sebanyak 6 RT, terkena dampak krisis Air Bersih imbas dari macetnya distribusi Air dari PDAM Ketangga.

Hal ini terjadi  belasan tahun yang lalu, sewaktu Pemerintah Desa Selaparang akan mengganti Pipa Air Care (gratis) lama dengan memakai pipa yang baru. “Tapi ada permasalahan dari para tokoh dan Pemdes waktu itu, sehingga Pipa yang sudah dibongkar tidak jadi dipasang,” katanya.

Akibatnya, kata Basyri, air yang semula sejahtera menjadi kekeringan seiring berjalannya waktu. “Setiap pergantian Kepala Desa, belum ada yang bisa mengatasi hal ini, walaupun ketersediaan air bersih selalu menjadi janji-janji politik semua calon,” terangnya.

Alhasil, ketika ada bantuan hibah KWH untuk pelanggan baru PDAM, mungkin sekitar tahun 2019 maka stok air bersih yang memang terbatas yang dikelola PDAM jadi rebutan warga. “Nah dari sinilah masyarakat mulai kesulitan mendapatkan air bersih sebagai kebutuhan hakiki dan sangat vital,” tegas Basyri.

Basyri mengumpamakan, ibarat kata stok air segelas yang cukup untuk segelas, berubah menjadi air segelas untuk puluhan gelas. “Sehingga yang dapat air adalah mayoritas yang punya mesin sedot, yang belum beruntung adalah warga yang di bawah garis kemiskinan alias yang tidak mampu membeli Mesin Sedot Air,” sebutnya.

Warga sudah minta perbaikan ke petugas PDAM Unit Kecamatan Suela, tapi belum juga menemukan solusi sampai saat ini, sehingga banyak warga yang berhenti berlangganan PDAM, alias cuti berlangganan.

Selama ini warga di sini lebih dari 400 KK, sehari-harinya membeli air melalui Tangki yang ada di desa, maupun dari pihak perseorangan yang membawa air dengan Tandon dan menjualnya. Warga yang punya uang biasanya beli air seharga sekitar 150 ribu sampai 200 ribu untuk 5-7 hari. Bagi warga yang tidak mampu biasanya pergi ke kali sekitar 100 m – 500 m, itupun kalau sedang ada air di kali. “Bahkan sesekali mendapat bantuan dari pihak swasta maupun lembaga. Bahkan ada juga Yayasan HBK Peduli, Anggota Dewan RI, yang bawa ke sini para relawannya menyumbang air bersih untuk Masyarakat,” jelasnya.

Ia berharap pada Pemerintah Daerah Lombok Timur dibentuknya sistem air yang dikelola Perusahaan Air Minum Desa (PAMDES) dengan bantuan dana khusus dari Pemda Kabupaten maupun Provinsi bahkan Pusat untuk mudahnya proses perealisasiannya.

Yaitu berupa pengadaan Pipanisasi yang dananya langsung dari Pemerintah Pusat,” harapnya. (Asbar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *