Mataram – Aksi pemberhentian sementara terhadap Delapan orang aktivis mahasiswa Universitas Pendidikan Mandalika (UNDIKMA) mendapat sorotan dari banyak kalangan. Salah satunya juga dari Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Nahdlatul Wathan (UNW) Mataram.
Presma UNW Saefullah Anshori mengatakan, ironis bila di masa penuh kebebasan masih ada aksi pemberhentian terhadap mahasiswa oleh petinggi kampus hanya karena menyampaikan pendapat.
“Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi itu hal yang sangat biasa. Rektor didemo oleh mahasiswanya itu biasa. Orang presiden saja didemo, DPR didemo, apalagi cuma seorang rektor,” ungkapnya kepada media ini, Sabtu (09/07).
Ia melanjutkan, Aksi demonstrasi itu menunjukkan adanya kesadaran seorang mahasiswa sebagai bagian dari civitas akademika. Ia juga menunjukkan tanggung jawab moral sebagai orang yang berpendidikan atas dinamika sosial yang terjadi.
“Di dalam demonstrasi kan ada gugatan sekaligus dalih yang harusnya bisa diterima dan dijawab oleh pimpinan kampus dengan sikap ilmiah sekaligus dewasa sebagai insan berpendidikan. Jangan malah memberhentikan mahasiswanya. Demonstrasi itu justru salah satu ekspresi dari pendidikan itu sendiri,” sambungnya.
Bagi dia, kalau hanya karena demonstrasi seorang mahasiswa diberhentikan, alangkah tidak patutnya dia menjadi seorang rektor. Sebab rektor bukanlah penguasa. Ia adalah pemimpin kampus yang sepatutnya mampu menyelami segala dinamika yang terjadi di kampus sebagai insan yang berilmu pengetahuan.
Lebih lanjut Anshori menyatakan, adanya demonstrasi di lingkungan kampus mestinya disyukuri. Di saat iklim perguruan tinggi lebih banyak berkutat pada rutinitas perkuliahan dan sejenisnya, adanya aksi demonstrasi menunjukkan adanya dinamika kampus.
Menurutnya, aksi demonstrasi adalah bagian dari kebebasan akademik civitas akademika kampus. Dari pada mahasiswanya hanya kuliah, mengisi absen, mengerjakan tugas, atau sekadar bayar uang kuliah saja. Kata dia lebih baik jika mahasiswa mewarnai kehidupan kampus dengan demonstrasi.
Ia juga mengecam tindakan pihak rektorat UNDIKMA yang memberhentikan mahasiswanya. Baginya, seorang rektor terhadap mahasiswa itu seperti seorang bapak terhadap anaknya, bukan seperti pemimpin perusahaan atau organisasi terhadap anak buah atau anggotanya.
Masih dikatakan Anshori, pimpinan kampus haruslah memiliki keluasan jiwa untuk menerima dan kearifan pengetahuan untuk bisa memberikan penjelasan kepada anak-anaknya atas suatu persoalan tertentu. Bukan malah mempolisikan anaknya karena kenakalannya. Senakal apapun seorang anak, orang tua hanya patut menghukumnya, dan itu pun tetap dalam kerangka pendidikan baginya.
“Kan gitu logikanya, apalagi di lembaga pendidikan seperti di kampus,” tegasnya.
Dia berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merespon kejadian di Universitas Pendidikan Mandalika Mataram ini, karena hal semacam ini jangan dianggap sepele. Ini terkait kehidupan asasi di dalam lembaga pendidikan tinggi. Di lembaga yang bertugas menjaga kewarasan nalar kehidupan bangsa ini.
“Kalau di lembaga pendidikan tinggi saja nalar sehatnya sudah terbuang dan justru cara kekuasaan yang bekerja, bagaimana di lembaga yang lain,” tandasnya. (HH)