Lombok Timur – Wilayah Desa Sajang Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat (NTB), masuk pertama kali tanaman vanili dibawa oleh para pendatang dari berbagai daerah dalam maupun luar pulau Lombok sekitar pada tahun 1998an.
Tanaman vanili berjalan hingga tahun 2000, baru kemudian petani Desa Sajang kemudian mulai ikut membudidayakan vanili ini. Sejak tahun itu juga vanili booming.
“Pada saat itu betul-betul booming vanili Sajang. Karena masyarakat tergiur harga pada waktu itu sekitar Rp.450-550 ribu per kilogram,” tutur, Rabu Kemarin (14/12/2022). Kepala Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Lalu Kanahan.
Karena, harga terbilang cukup mahal, petani pun semakin ramai menanam. Hingga tidak ada batas dan jarak antara vanili dengan tanaman lainnya. Sehingga pada waktu mendekati panen, penyakit datang bermunculan. Salah satunya penyakit sulit dijaga adalah penyakit kaki dua (pencuri).
Semakin maraknya penyakit kaki dua, petani pada waktu itu membentuk tim keamanan. Petani berinisiatif menyisihkan 10 persen per Kg-nya, dari jumlah hasil panen petani.
“Petani sepakat karena pada saat itu harga vanili tinggi,” katanya.
Pada perjalannya sambung Kanahan, panen tiba. Hasil panen vanili petani tidak ada yang membeli. Di mana, alasan mendasarnya tidak dibeli, adanya isu terdapat paku dan kawat di dalam vanili. Sehingga konsumen dari luar negeri (Amerika) tidak berani membeli vanila dari Indonesia termasuk vanili NTB.
“Vanili Indonesia diblacklist sama konsumen. Imbasnya vanili kita tidak ada yang beli, Rp10 ribu pun tidak ada yang mau. Tim pengaman pun bubar pada waktu itu. Vanili petani tidak termanfaatkan dan dirusak,” tutur dia.
Diblacklistnya vanili Indonesia, petani khususnya di Sajang kemudian beralih budidaya kopi, salah satunya kopi arabika. “Kopi ini dibudidayakan hingga sekarang,” sebut dia.
Hingga pada akhirnya beberapa tahun kemudian, kurangnya bahan baku mendorong perusahaan luar negeri yakni Singingdog Vanilla datang ke Indonesia, salah satunya ke Desa Sajang.
Mereka menyampaikan alasan-alasan penyebab vanili Indonesia hingga di black list. Salah satunya isu kecurangan petani, memasukkan paku atau kawat ke buah vanili.
Selain itu, terjadi krisis ekonomi di Amerika dan ada negara lain sebagai penyuplai vanili dengan kualitas lebih bagus.
Kedatangan Singingdog Vanilla ini juga membawa peluang bagi petani vanili di Desa Sajang. Mereka bersedia mengambil vanili petani dengan membuat komitmen bersama.
“Dari situ petani mulai membangun kepercayaan kembali. Melalui pembinaan Budi daya vanili hingga tidak boleh mengandung bahan kimia,” ujar dia.
Adapun perjanjian dengan pihak investor adalah harga tetap stabil. Adekan harga menurun, vanila petani akan dibeli lebih tinggi dari harga pasar. Sebaliknya, jika harga naik, maka harga beli mengikuti harga pasaran bahkan bisa lebih tinggi.
“Itu yang kami fasilitasi petani vanili ini,” tutur Kanahan.
Sejak datangnya perusahaan luar negeri Singingdog Vanilla, masyarakat Sajang kembali membudidayakan vanili. Tak heran jika melihat tanaman vanili ini banyak dibudidayakan di pekarangan rumah.
Selain harga terbilang cukup mahal, emas hijau ini juga tidak membutuhkan tempat yang luas.
“Vanili ini tidak membutuhkan lahan luas, tinggal inisiatif kita saja,”terang Kanahan.
Ia menuturkan, petani saat ini mulai mengembangkan vanili dengan sistem screen House. Ada juga menggunakan sistem sederhana.
Sedangkan jumlah petani vanili di Desa Sajang yang terdaftar sebanyak 400 KK. Petani yang memiliki screen house sebanyak 50 KK.
“Pembuatan screen house ini membutuhkan biaya besar. Sebagian besar petani kita bekerja sama dengan pihak ketiga untuk membuat screen house ini,” ungkap dia.
Keberhasilan budidaya vanili di Desa Sajang ini, memiliki dampak positif bagi petani. Beberapa kabupaten di NTB datang melakukan studi banding. Selain itu, luar pulau Lombok juga ada yang datang.
Tidak hanya sekedar studi banding, wisatawan mulai berdatangan hanya sekedar swaphoto dan ingin tahu proses pembudidayaan vanili ini.
Dari situlah petani diakomodir pemerintah desa menjadikan kawasan budidaya vanili ini sebagai obyek wisata edukasi.
“Sejak itulah, mulai dijadikan wisata edukasi kebun vanili ini. Sudah banyak datang hanya sekedar swaphoto dan ingin tahu tentang vanili,” tutur Kanahan.
Ia menambahkan, pemerintah desa saat ini sedang melengkapi fasilitas sarana dan prasarana untuk mendukung kawasan wisata edukasi, Budidaya emas hijau Desa Sajang. (HH)