Lombok Timur – Bupati Lombok Timur HM. Sukiman Azmy menegaskan bahwa tempat kawasan bangunan yang sudah dibangun di eks pasar Paok Motong tetap akan berjalan. Tapi akan diubah namanya dari Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) berubah menjadi Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau (APHT).
Sehingga akan tetap berjalan sesuai dengan apa yang menjadi rencana di awal, karena APHT tidak mensyaratkan 5 hektar tapi fungsinya sama. Sementara KIHT sendiri sesuai dengan regulasi harus syaratnya minimal 5 hektar.
“Ya sudah kita laksanakan saja APHT itu menggantikan KIHT tetap berjalan dan tidak ada masalah dan tidak ada konsekwensi hukumnya,” tegas Bupati saat dikonfirmasi, Rabu (30/08).
Sementara itu, Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemerintah Kabupaten (Pemda) Lombok Timur, Biawansyah Putra mengatakan terkait gugatan yang dimenangkan oleh masyarakat Paokmotong di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Di mana dari dua gugatan yang diajukan masyarakat hanya Satu gugatan saja yang di menangkan. Dua gugatan tersebut diantaranya, Surat Keputusan (SK) terkait penetapan lokasi, dan SK persetujuan pinjam pakai.
“Ada 2 SK digugat, pertama SK penetapan lokasi, dan SK persetujuan pinjam pakai, yang kalah SK penetapan lokasi, sedang SK persetujuan pinjam pakai antara Pemda dan Provinsi tidak dibatalkan dan tetap beroperasi,” ujarnya
Menurutnya, penyebab kalahnya Pemkab Lotim memang perihal status KIHT yang aturannya harus berdiri di lahan seluas minimal 5 hektar.
Akan tetapi, dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 22 tahun 2023 mengenai Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau (APHT) pemanfaatan bangunan yang sudah kedung berdiri dengan total anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp 24 miliar itu tetap akan berlanjut.
Namun statusnya kedepan bukan sebagai kawasan industri, namun sebagai aglomerasi atau pengumpulan atau pemusatan pabrik hasil tembakau dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pengusaha pabrik rokok.
“Artinya sebenarnya, mau kita menang dan tidak memang kita akan ubah dia bukan sebagai KIHT namun APHT mengingat aturannya memang yang paling sesuai itu, dimana minimal 1 hektar dan dekat pemukiman,” tegasnya.
Ditekankan, apabila tetap disana ada penolakan dari masyarakat setempat, ia meminta untuk menempuh jalur hukum, mengingat semua aturan pemerintah nyantol ke aturan, jika aturan keliru maka pasti dibatalkan. Terlebih sekarang kata dia, SK pinjam pakai sudah ditindaklanjuti dengan SK Gubernur.
Artinya lanjutnya, KIHT telah ditetapkan sebagai proyek strategis Provinsi, tapi semua akan berubah dengan adanya PMK 2023, bukan KIHT akan tetapi APHT. sehingga surat Sekda per tanggal 16 Agustus 2023, yang meminta agar segera dilakukan perubahan nomenklatur.
“Begitu KIHT berdiri dengan aturan kawasan industri, kemudian ada aturan mengenai APHT, maka perubahan nomenklatur semua punya cantolan. dan aglomerasi artinya gabungan UMKM kecil untuk pelintingan tembakau, kalau dipakai industri kurang mengena,” imbuhnya.
“Kalau aglomerasi lebih cocok karena pengelintingan tembakau. kekhawatiran masyarakat Paokmotong sebelumnya ada asap tapi sebenarnya tidak ada, hanya pelintingan tembakau saja disana,” pungkasnya. (*)