Talkshow: “Lombok Timur Menuju Dewan Kesenian yang SMART” disiarkan melalui akun Facebook Massmedia.id pada hari Jumat, 11 April 2025, mulai pukul 20.32 WITA. Talkshow ini dipandu oleh Agus Khairi, M.Pd. selaku Redaktur Massmedia.id, dengan narasumber Ashwan Khailani, M.Sn., Ketua Dewan Kesenian Lombok Timur.
Link siaran langsung: https://www.facebook.com/massmedia.id/videos/1057177456290683
Dicatat oleh: Yuga Anggana S., S.Pd., M.Sn.
Ashwan Kailani, Ketua Dewan Kesenian Lombok Timur, mengenang kembali upaya pembentukan lembaga ini yang telah dimulai sejak tahun 2019. Saat itu, sejumlah pelaku seni mencoba membentuk wadah bersama, namun belum berhasil. Meski begitu, Ashwan menyebut fase tersebut sebagai “gerbong pertama”, sebuah langkah awal yang penting dalam perjalanan panjang menuju terbentuknya Dewan Kesenian Lombok Timur (DKLT).
Secara pribadi, keinginan Ashwan untuk memiliki “rumah besar” yang mampu menaungi pelaku seni dan budaya di Lombok Timur sudah lama terpendam. Mimpi dan ambisi itu akhirnya mendapatkan momentum pada tahun 2022. Didukung oleh semangat yang menguat dan situasi yang mendukung, ia merasa inilah saat yang tepat. Dorongan kuat juga datang dari Bupati Lombok Timur saat itu, Haji Sukiman Azmy, yang memberikan respons positif terhadap pembentukan Dewan Kesenian. Selain itu, tokoh-tokoh pembina seperti Muljoko dan Gufron—dua penggiat seni dan pariwisata di daerah itu—turut memberikan motivasi dan arahan.
Proses pembentukan lembaga ini tak berjalan mulus. Sejumlah gejolak dan penolakan muncul dari berbagai pihak. Namun Ashwan tetap melangkah. Setelah berdiskusi dengan sejumlah seniman, ia kemudian dipanggil oleh Bupati dan diminta untuk segera menyusun struktur organisasi serta melengkapi administrasi yang dibutuhkan. Dalam proses yang serba cepat itu, Ashwan mengakui adanya kekhilafan: ia belum sempat melibatkan rekan-rekan dari komunitas sastra. Fokus utamanya saat itu adalah memastikan representasi kewilayahan secara geografis dan menjangkau bidang-bidang seni yang dianggap paling urgen.
Dukungan dari pemerintah daerah, khususnya dari Bupati saat itu, cukup baik meski masih terbatas pada apresiasi non-materi. Namun, di masa transisi kepemimpinan seperti sekarang, proses komunikasi dengan instansi pemerintah menjadi lebih panjang dan kompleks. Ashwan menggambarkan kondisi itu dengan ungkapan sederhana namun menggugah: “Kami sudah lapar, berikan kami nasi dua atau tiga piring.” Meski demikian, ia tetap optimis dan menyebut bahwa komunikasi dengan pejabat baru sudah mulai terjalin.
Salah satu program unggulan yang tengah dipersiapkan DKLT adalah Berayan Seni, sebuah festival tahunan yang dirancang untuk digelar setiap libur panjang sekolah. Festival ini akan menghadirkan beragam kegiatan seni dalam satu rangkaian panjang yang menyenangkan. Konsepnya diadopsi dari festival-festival kesenian yang diselenggarakan oleh dewan kesenian di daerah lain. Tujuannya adalah memperkuat interaksi antar pelaku seni sekaligus memperluas ruang apresiasi masyarakat terhadap seni.
Meski belum memiliki anggaran tetap, DKLT tetap berusaha membangun jejaring dengan dewan kesenian di wilayah lain. Pada September 2023, Ashwan secara mandiri mewakili Lombok Timur dalam acara Pekan Kebudayaan Nasional di Jakarta. Di sana, ia bertemu dengan tokoh-tokoh budaya dan pengurus dari lebih dari 270 dewan kesenian se-Indonesia. Dari pertemuan tersebut, muncul gagasan untuk menyelenggarakan Musyawarah Nasional Dewan Kesenian. Gagasan ini akhirnya terwujud pada 10–14 Desember 2023 di Ancol, Jakarta, dan DKLT dipercaya menjadi bagian dari steering committee. Bagi Ashwan, ini merupakan capaian penting karena meningkatkan eksistensi dan eksposur nama Dewan Kesenian Lombok Timur di tingkat nasional, sekaligus membuka ruang konsolidasi yang lebih luas.
Sejauh ini, DKLT belum memiliki capaian program yang bisa disebut maksimal. Namun dari sisi keterbukaan dan dukungan, mereka sudah mulai membangun relasi dengan komunitas-komunitas seni yang membutuhkan ruang komunikasi. Meski belum mampu memberikan dukungan dalam bentuk materi, DKLT berusaha hadir sebagai mitra kolaborasi. Ashwan juga menyoroti fenomena penggunaan istilah “Dewan Kebudayaan” oleh beberapa pihak, padahal menurutnya, istilah “kesenian” sudah mencakup bagian integral dari kebudayaan itu sendiri.
Di luar itu, ia sempat menyampaikan bahwa masyarakat pelaku budaya seperti penggiat permainan tradisional pernah berharap pada dukungan dari DKLT. Meski secara definisi ia melihat permainan tradisional bukan bagian dari kesenian, ia tetap menyambut harapan itu dengan positif dan menyatakan siap mendukung sebisa mungkin.
Terakhir, Ashwan menyampaikan harapannya terhadap pemerintah daerah saat ini. Ia berharap ada atensi yang lebih besar, apresiasi yang nyata, serta pengakuan terhadap keberadaan dan kerja-kerja Dewan Kesenian. Lebih jauh, ia membayangkan suatu saat nanti Lombok Timur memiliki Dinas Khusus Kebudayaan—sebuah institusi yang secara struktural dan fungsional mampu menjawab kebutuhan pemajuan seni dan budaya di daerahnya. (*)