Wakil Ketua DPRD Lotim Daeng Paelori Serap Aspirasi Pokdarwis Di Montong Gading

Lombok Timur – Sebagai langkah dalam menyerap aspirasi masyarakat dalam sektor pariwisata, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lombok Timur turun bersilaturahmi bersama Kelompok sadar wisata se-Kecamatan Montong Gading. 

Kegiatan tersebut berlangsung di Bello Bungalow Desa Lendang Belo Kecamatan Montong Gading Senin (27/06). Bertema “Menggali Potensi Budaya Peresean”.

Dalam sambutannya Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lombok Timur (Lotim) H. Daeng Paelori SE mengungkapkan, menyongsong kegiatan budaya maupun pariwisata, tidak akan pernah bisa berjalan seiring-seirama tanpa adanya peran pemerintah, terutama lewat aturan regulasinya.

“Percuma kita suruh masyarakat berpartisipasi kalau pemerintah juga tidak siapkan regulasinya. Harus ada regulasi, paling tidak harus ada political will dan kebijakan. Tapi sampai saat ini kita belum punya peraturan daerah yang khusus mengatur tentang zone-zone kepariwisataan di Lotim ini,” jelasnya. 

Padahal Kata Daeng Paelori, potensi budaya dan pariwisata yang dimiliki daerah Patuh Karya ini, sangatlah banyak, baik destinasi laut, religi, alam, pegunungan, adat istiadat dan lainnya. Namun lucunya, karena kebijakan dari sistem pembangunan nasional yang diterapkan pemerintah berbeda dengan apa yang pernah diterapkan beberapa puluh tahun yang telah lewat. Berbuntut pada aturan mengenai itu menjadi berubah secara drastis. 

Di mana pada masa sebelum reformasi, pembangunan nasional terkonsentrasikan dalam satu konsep yang namanya garis besar haluan negara dan dijadikan sebagai satu pedoman untuk membangun di daerah dalam kurun waktu yang sudah ditentukan dari pemerintah pusat, daerah bahkan sampai tingkat desa. 

Akan tetapi setelah Reformasi 1998, konsep pembangunan tersebut diubah menjadi Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah dan jangka pendek, yang kemudian diturunkan lagi oleh calon pemimpin baik tingkat pusat, provinsi dan kabupaten dalam bentuk visi misinya.

“Nah ini yang membuatnya begitu, lain bupati lain visi misinya, lain programnya, lain kebijakannya,” jelasnya.

Lebih ironis lagi bagi kita, Lanjut Daeng, visi misi yang dituangkan Bupati dan Wakil Bupati yang satu dengan lainnya tidak pernah nyambung. Yang disebabkan kecenderungan masing-masing pemimpin ingin membuat hal-hal yang sifatnya monumental bagi dirinya agar bisa dikenang pada masa berikutnya.

Hal itu, kata dia, tentunya akan menjadi salah satu kendala pembangunan di daerah yang tidak ada keberlanjutannyq di segala bidang terutama dalam bidang budaya dan pariwisata. 

“Oleh karenanya ide-ide mengenai kepariwisataan dan kebudayaan harus terus didorong dalam bentuk regulasi dan kebijakan yang tentunya pro terhadap rakyat,” jelasnya.

Selain itu jelas Politisi Partai Golkar tersebut, dalam rencana tata ruang wilayah, pemerintah tidak pernah istiqomah untuk melaksanakan apa yang menjadi peraturan-peraturan dalam bidang kepariwisataan. Ini terbukti dengan ketidak jelasan rencana tata ruang kawasan-kawasan yang memang awalnya diperuntukkan bagi pariwisata. 

Menurutnya, dalam perjalanannya kadang-kadang bisa berubah. Kawasan pantai yang begitu indah misalnya, yang masyarakat sendiri dengan sadar menemukan destinasi-destinasi wisata di sekelilingnya. Itu bisa hilang karena kebijakan. 

“Oleh karena itu, ke depannya pemerintah daerah perlu menjadikan pariwisata sebagai salah satu prioritas sebab keberadaanya telah mampu memberikan multiplier effect yang luas pada masyarakat,” jelasnya  

Sementara itu, praktisi dan penggiat Pariwisata Lotim Ahyak Mudin, SE mengatakan, secara normatif Pemerintah Daerah Lombok Timur dalam sektor pariwisata harus terus berinovasi dan membutuhkan yang namanya Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPARDA) tetapi hal ini tertunda sebab RT/RW yang belum rampung. 

Kemudian setelah itu, ada turunan dari itu yang namanya Sustainable Tourism Master Plan (STMP) sebab di tingkat Nasional hal demikian telah ada yang namanya Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Sustainable Nasional. Yang di tingkat provinsi pun sudah terbentuk dan di ikuti turunannya ke kabupaten kota. 

Untuk itu, dalam hal ini keberadaan pemangku kebijakan dalam pariwisata tidak bisa dicampuradukkan dengan politik semata. sebab bisa berpengaruh buruk untuk keberlangsungannya.

“Kalau memang yang duduk dan bekerja murni karena pariwisata saya pikir mereka akan mampu menjalankannya terutama sekali soal sumber daya manusia,” tandasnya. (HH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *