Terkait Permasalahan Lahan antara Petani dan PT. SKE, Royal: Jangan Lihat dari Satu Sudut Pandang

Lombok Timur – Salah satu Tokoh Muda Sembalun, Royal Sembahulun, angkat bicara terkait demonstrasi di Kantor Bupati. Menurutnya, Pemerintah Daerah Lombok Timur (Lotim) dalam hal ini Bupati H.M. Sukiman Azmy, sudah melakukan upaya yang terbaik untuk kepentingan masyarakat khususnya untuk para petani yang ada di Sembalun.

“Kalau saya ambil yang terbaik dan sama-sama saling menguntungkan. Pemerintah Daerah Lotim sudah mengupayakan yang terbaik di kepemimpinannya Pak Sukiman,” ucapnya, Kamis (25/11/2021).

Sebelumnya, Rabu 24/11/2021, ratusan warga Sembalun, Kabupaten Lombok Timur yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sembalun Menggugat melakukan aksi dan mengepung kantor Bupati Lotim. Aksi tersebut dalam rangka menagih janji Bupati Lotim dalam Pilkada yang akan menyelesaikan persoalan ratusan hektar lahan yang dikuasai PT. SKE di wilayah Sembalun.

Royal mengatakan, kasus tersebut sudah lama, di mana kasus tersebut mulai dari bergejolak ketika masa kepemimpinan Bupati Sukiman menjabat periode pertama. Sesungguhnya ketika di Kepemimpinan Bupati Ali BD periode pertama tidak ada gangguan terhadap masyarakat. Akan tetapi tidak ada kepastian hukum terhadap masyarakat Petani maupun terhadap perusahaan pemilik izin HGU. 

“Saat ini, kepemimpinan Bapak Sukiman yang ke dua, ingin menyelesaikan masalah dan mewujudkan keadilan bagi masyarakat dengan mengusahakan kepastian status tanah yang tersisa untuk masyarakat penggarap,” terangnya. 

Lanjut Royal, sebagai pemuda Sembalun, jangan memandang permasalahan tersebut dari satu sudut persoalan saja. Akan tetapi perlu melihat persoalan tersebut secara rasional dengan melihat fakta dan persoalan yang sesungguhnya.

Dijelaskannya, kalau mengacu pada sejarah bahwa masyarakat Sembalun yang menggarap lahan saat ini adalah pinjam pakai kepada perusahaan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan surat permohonan pinjam pakai ke perusahaan di Tahun 1990.

“Tidak bisa menggunakan kacamata kuda, harus mengedepankan rasionalitas dan fakta di lapangan. Kita harus mengacu pada sejarah bahwa masyarakat penggarap saat ini adalah pinjam pakai lahan tersebut ke perusahaan,” tegasnya.

Ia menilai, keliru kalau masyarakat ingin menguasai lahan tersebut secara penuh. Namun Ia mendukung masyarakat untuk mengelola lahan dengan luas 270 Ha. “Jika petani saat ini mengatakan tanah itu ingin dikuasai penuh maka ini yang salah. Tetapi kalau dalam lubuk hati saya mendukung lahan 270 Ha untuk menjadi hak masyarakat sepenuhnya,” 

Dikatakan lagi, melihat fakta hukumnya berkata lain, di mana sertifikat sudah diterbitkan. Dengan kondisi tersebut harus diambil jalan yang terbaik. “Di mana dengan jumlah lahan 150 Ha untuk petani, saya kira dengan pembagian masing-masing 25 are ke petani sudah memenuhi unsur keadilan,” bebernya. 

Royal menyayangkan, beberapa sikap tokoh petani yang menolak program pemerintah untuk melakukan pembagian secara merata. Hal tersebut terindikasi karena merasa nyaman dengan penguasaan lahan sampai 1 ha bahkan sampai 2 ha lebih yang dikerjakan oleh satu orang.

“Saya menyayangkan beberapa tokoh petani yang sebenarnya menolak program pemerintah, untuk dibagi rata ke para petani karena ada indikasi mereka sudah nyaman dengan penguasaan lahan 1 sampai 2,5 hektar per orang,” tegasnya.

Selain itu, dirinya juga mempertanyakan kebenaran berjuang untuk petani atau justru berjuang untuk kepentingan mereka sendiri. Karena ada juga sebagian kelompok yang ingin diam-diam membuat sertifikat dengan luasnya yang fantastis. 

“Ini artinya bentuk mengkhianati perjuangan persatuan petani. Makanya di dalam petani sendiri terbelah ada yang pro redistribusi tanah yang merata tanpa melihat tokoh-tokoh tertentu dengan sistem bagi rata,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Lombok Timur, Drs. HM. Juaini Taofik, melalui pesan WhatSapp mengatakan, Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati Lombok Timur hadir di tengah masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan. Akan tetapi tetap mengikuti aturan atau hukum Positif yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Pemerintah bertugas menyelesaikan masalah tentu dibatasi dengan hukum-hukum positif yang berlaku,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *