Lombok Timur – Pengelola Pantai Kura-kura Mengkhawatirkan Pulau Kura-Kura Akan Hilang dalam 10 Tahun
Desa Ekas Buana yang berada di bagian selatan Kabupaten Lombok Timur ini memang sangat kaya akan potensi alamnya terutama wisata pantai. Karang Taruna dan Pemerintah Desa setempat sudah mulai melakukan pembangunan fasilitas-fasilitas di pantai-pantai Desa Ekas Buana.
Desa Ekas Buana yang merupakan pemekaran dari Desa Pemongkong memang harus berjuang lebih keras untuk menuju desa berkembang. Saat ini, kondisi perekonomian warga desanya rata-rata bergantung pada hasil laut dan pertanian jagung.
Akses menuju Pantai Kura-kura terbilang baik. Jalannya beraspal hotmix yang dapat ditempuh kendaraan roda empat untuk sampai di pantai ini. Dalam perjalanan menuju pantai, pada musim panas pengunjung akan disuguhkan hamparan lahan kering yang begitu kontras dengan keindahan pantai di desa ini. Begitu sebaliknya kalau musim hujan akan kelihatan hamparan hijau tanaman jagung.
Salah satu pantai yang wajib dikunjungi saat berada di Lombok yakni pantai yang terletak di Dusun Sungkun, Desa Ekas Buana, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur. Meski tak sepopuler Pantai Kuta, Pantai Senggigi dan Tanjung Ann, Pantai Kura-kura punya daya tarik tersendiri.
Tim massmedia saat berwisata ke Pantai Kura-kura pada hari Selasa 31 Agustus 2021. Di sana, Tim bertemu dengan Lalu Satrah, teman-temannya sering memanggil mamiq Roman. Lalu Satrah adalah Ketua Karang Taruna Desa Ekas Buana dan Ketua Pengelola Pantai Kura Kura.
Lalu Satrah, mengkhawatirkan abrasi akibat deburan ombak besar yang semakin lama mengurangi garis bibir pantai pada setiap tahunnya. Waktu ia kecil dulu, tutur Sadrah sambil menunjuk ke arah pantai tempat garis pantai, kurang lebih 400 meter garis pantai dulu sudah hilang akibat abrasi tersebut.
Lebih lanjut Mamiq Roman menuturkan, keunikan dari pantai dan pulau ini yaitu letaknya diapit oleh dua bukit yang tinggi. Selain itu, pantai ini juga memiliki Gili (pulau kecil) yang bentuknya mirip dengan kura-kura. Karena itulah warga setempat menamakannya Pantai Kura-kura,” tegasnya.
Lalu Satrah dan Anggota Karang Taruna Desa Ekas Buana sangat mengkhawatirkan 5 tahun ke depan keberadaan Pulau Kecil yang bentuknya seperti Kura-kura ini akan rusak bentuknya akibat abrasi. Hal ini karena lokasi pulau Kura-kura ini berbatasan langsung dengan laut lepas.
Oleh karena itu Miq Roman dan kawan kawan, memohon semua pihak agar segera memikirkan hal ini, karena 5 atau 10 tahun kedepan anak cucu kita hanya mengenal Pulau bentuk kura kura dari cerita saja.
Satrah mencontohkan di pulau Dewata Bali banyak pulau atau pantai yang diselamatkan oleh pemecah ombak, baik itu berupa gorong-gorong isi batu maupun beton segi tiga yang di buat dari bahan beton. Ia meyakini itu akan bertahan puluhan sampai seratus tahun sebagai pemecah ombak besar sehingga tidak menyebabkan abrasi yang berkepanjangan.
“Tahun 2018 pernah digagas oleh para investor dari luar yang berinvestasi di sini bagaimana menyelamatkan pulau Kura-kura ini agar tidak rusak oleh deburan ombak besar. Namun sampai saat ini setelah Covid-19 merebak belum ada informasi lanjutan,” sebutnya.
Laki laki yang dulunya aktif sebagai guide ini berharap Pemerintah Lombok Timur dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, peduli terhadap salah satu icon pariwisata Lombok. “Bahaya abrasi yang mengancam pantai Kura-kura ini dan pulau yang berbentuk Kura-kura itu akan hilang,” tutupnya. (Asbar)