Umum  

LP2MI Soroti Maraknya Perdagangan Orang ke Timur Tengah

Lombok Timur – Salah seorang pemerhati Pekerja Migran (PM) Lombok Timur, yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Pemerhati Pekerja Migran Indonesia (LP2MI) NTB Aris Munandar mengungkapkan banyak warga negara Indonesia khususnya Lombok Timur, NTB berangkat ke luar negeri menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural.

“Dengan alasan klasik, karena di negeri sendiri tidak ada pekerjaan, satu pilihan berangkat ke luar negeri dapat gaji yang lebih menjanjikan daripada di dalam negeri,” ungkap Aris melalui keterang tertulis kepada media ini, Senin (12/9).

Lebih lanjut dikatakannya, bagi sebagian orang hal itu merupakan impian karena bisa bekerja di luar negeri dengan upah yang jauh lebih besar dari pada di dalam negeri, baik bekerja secara formal maupun informal.

Namun, lanjut dia, bagi sebagian orang, bekerja di luar negeri adalah sebuah keterpaksaan karena minimnya peluang kerja yang disiapkan pemerintah di dalam negeri.

“Sehingga bekerja apa saja dilakoni asal bisa mendapat gaji atau upah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, meski harus berpisah dari keluarga,” lanjutnya.

Ada juga, jelas Aris, sebagian yang lain, bekerja di luar negeri merupakan pelarian dari masalah pribadi sehingga jauh dari kampung atau tempat tinggal untuk bisa keluar dari problema yang dihadapi, meski faktanya kadang jarang bisa diselesaikan.

Minat, semangat dan motivasi menjadi pekerja migran, ditambah minimnya pengetahuan tentang bursa kerja di luar negeri menjadikan mereka sasaran empuk bagi para calo atau tekong dan sponsor yang berkedok memiliki perusahaan penempatan yang dilengkapi ijin resmi dan ada job order ke negara-negara penempatan khususnya Timur Tengah.

“Akan tetapi itu semua hanya tipu muslihat demi menyakinkan keluarga dan calon tenaga yang akan diberangkatkan walau negara pilihannya masih tutup atau dimoratorium oleh pemerintah.Tapi dengan gaya bicara serta janji berangkat gratis, gaji besar, proses cepat dan ada pesangon untuk keluarga, sehingga calon PMI dan keluarga terlena bujuk rayu untuk berangkat ke luar negeri ,” ucapnya.

Menurut Aris, pola dan skema praktik penipuan dan perdagangan orang semakin sadis. Tidak pandang keluarga, asal dapat tenaga langsung proses dan diberangkatkan.

“Rata-rata calon PMI ditampung di daerah Jawa dan Jakarta yang kemudian diterbangkan melalui Malaysia untuk menghilangkan jejak dan diinapkan beberapa hari. Kemudian diterbangkan ke Timur Tengah. Di sana ditampung lagi di Sarikah atau Agensi penempatan menunggu majikan butuh tenaga dan direntalkan bekerja, yang berbekal visa ziarah,” terang Aris.

Kasus-kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ini diketahui dari laporan pengaduan para keluarga atau PMI sendiri di kantor LP2MI yang berada di jalan Dane Rahil Mujahidin, Lenek Daya, Kecamatan Lenek Kabupaten Lombok Timur.

“Ada beberapa yang sudah tertangani dan masih banyak yang belum,” jelasnya.

Menurut Aris, maraknya TPPO tersebut yang korbannya mayoritas perempuan eks PMI Malaysia, Saudi Arabia, Hongkong dan Taiwan asal Lombok Timur.

“Dari dulu praktik dan modus mafia perdagangan orang ini tidak pernah ada solusi dari pemerintah, justru semakin menggila,” ungkapnya.

Kondisi tersebut menjadi permasalahan berkelanjutan dan tidak terselesaikan oleh pemerintah, baik dari pusat sampai daerah. Malah, kasus-kasus baru dengan praktik penipuan yang sama selalu berulang.

“Akar masalahnya, ketidakjelasan job order yang diturunkan BP2MI ke Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan minimnya pengetahuan calon pekerja migran, serta kurangnya sosialisasi dari pemerintah, UPT BP2MI serta canggihnya para mafia dalam menjalankan aksinya,” tutup Aris. (wan)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *