Hukum  

Libatkan Jurnalis dalam Mengawal Kasus Kekerasan Seksual, YGSI Lombok Gelar Sosialisasi UU TPKS

Lombok Timur – Guna memastikan pengawalan kasus kekerasan seksual di Lombok Timur lebih optimal, Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) Lombok menyelenggarakan sosialisasi UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Sabtu (13/7) . Kegiatan diselenggarakan di Puri Al-Bahrah, Selong, Kabupaten Lombok Timur. 

Dalam kegiatan ini, Saprudin selaku District Coordinator YGSI Lombok dalam sambutannya menyampaikan pentingnya jurnalis memahami UU TPKS sebagai salah satu dasar hukum yang dijadikan rujukan dalam mengawal kasus kekerasan seksual dan perkawinan anak. 

Secara komprehensif tentang substansi UU TPKS disampaikan oleh 2 orang narasumber. “UU TPKS tidak hanya fokus pada penanganan tetapi juga fokus pada pemulihan korban kekerasan seksual. ” tegas Agus Khairi saat menyampaikan materi norma dan substansi UU TPKS. 

Lebih lanjut Agus Khairi menyampaikan beberapa muatan pokok dalam UU TPKS di antaranya, Tindak pidana, pemidanaan, hukum acara khusus, hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan, pencegahan, dan pemantauan. “Dari 12 Bab dan 92 Pasal pada UU TPKS ini ada 6 elemen kunci dalam penghapusan kekerasan seksual,” papar Agus Khairi mengawali pemaparannya. 

Agus Khairi juga menyampaikan bahwa Media dapat mengambil peran pada elemen yang ke 6 dari isi UU TPKS. “Kelompok jurnalis bisa mengambil peran dalam elemen kunci yang ke-6 yaitu pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat,” ungkapnya.

Selain itu juga Pemaksaan perkawinan pasal 10  di antaranya perkawinan anak, pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktek budaya, pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku kekerasan, diatur secara tegas dalam UU TPKS. 

Di materi selanjutnya Rusliadi menyampaikan bahwa pengejawantahan UUT PKS sudah tertuang di dalam pedoman khusus yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Pedoman khusus ini selanjutnya dijadikan dalam melakukan liputan termasuk kasus-kasus kekerasan seksual yang melibatkan perempuan dan anak. 

Lebih lanjut disampaikan bahwa di dalam Kode Etik Jurnalistik sudah tertuang bagaimana sebaiknya seorang jurnalis dalam menulis berita. “Dalam Pasal 3 kode etik jurnalistik, seorang jurnalistik tidak boleh mencampurkan fakta dan opini dalam pemberitaan. Harus menguji informasi dengan melakukan check and recheck,” tegas jurnalis yang juga Ketua Forum Jurnalis Lombok Timur (FJLT) tersebut.

Rusli juga menambahkan, jurnalis tidak boleh menulis berita bohong, sadis , dan cabul. “Selanjutnya di pasal 4 menyebutkan bahwa seorang jurnalis tidak membuat berita bohong, sadis, dan cabul,” terangnya.

Peserta lain menyampaikan bahwa dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang melibatkan perempuan dan anak jarang menyentuh ke soal restitusi oleh pelaku atau kompensasi oleh negara. 

Sebagai penutup kegiatan sosialisasi ini, Para jurnalis lintas media di Lombok Timur berkomitmen untuk melakukan sosialisasi dan mengawal kasus kekerasan seksual dengan menggunakan UU TPKS sebagai salah satu rujukan. Komitmen ini ditunjukkan dengan penandatangan komitmen bersama antara YGSI Lombok dengan Kelompok Jurnalis. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *