Umum  

Aktivis Lembaga Sosial Pertanyakan Penghargaan KLA untuk Lombok Timur

Lombok Timur – Kabupaten Lombok Timur (Lotim) disematkan penghargaan sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) Tahun 2022. Senin 8 Agustus 2022, Bupati Lotim HM. Sukiman Azmy di dampingi Kepala Dinas DP3AKB menerima langsung penghargaan sebagai KLA dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). 

Penghargaan itu mendapat sorotan dan tanggapan dari berbagai kalangan Aktivis dan Lembaga Sosial Lotim. Salah satunya Yudha Mila Sandi Direktur Yayasan Yatim Care Lombok. 

Kepada Media ini, pemuda yang akrab dipanggil Yudha tersebut, mengatakan pada Tahun 2019 kasus kekerasan anak di Lotim tercatat hanya 15 kasus. Di mana pada tahun 2020-2021 jumlah kasus kekerasan meningkat sangat signifikan yaitu 177 kasus pada tahun 2020 dan 390 kasus pada tahun 2021 dan didominasi oleh kekerasan seksual baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. 

Ia menyebutkan, hal tersebut berdasarkan data yang dirilis oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

‘’Dari bulan Januari sampai Maret Tahun 2022 kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Lombok Timur sebanyak 30 kasus dan sampai sekarang Agustus sekitar 65 kasus kekerasan seksual,” sebutnya, Selasa (09/08). 

Ia juga menuturkan beberapa kasus yang terjadi yang sempat dari Yatim Care dampingi di unit PPA Polres Selong. “Itu yang terlapor, bagaimana dengan tidak,” ucapnya.

Sementara menurutnya, peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih tertinggi di NTB.  Hal tersebut tentunya sangat memprihatinkan di saat Lotim dinobatkannya sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia. Oleh sebab itu, imbuh Yudha, Lotim belum layak mendapat predikat KLA. 

Yudha menambahkan, selain kekerasan seksual, terjadi kekerasan anak yang lainnya seperti kekerasan terhadap anak seperti diskriminasi, eksploitasi, penelantaran dan lain-lain. 

Hal itu, sebagaimana yang tertera dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa kekerasan terhadap anak berupa diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah dan lainnya.

“Hal itu kami temukan di lapangan bersama relawan Yayasan Yatim Care Lombok,” tandasnya. (HH)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *