Mataram – Anggota DPR RI, Johan Rosihan merespon jalannya sidang Mahkamah Konstitusi (MK) di mana Faisal Basri selaku Ahli oleh Tim Hukum Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 mengutarakan bahwa ada kemungkinan kebijakan impor beras 3 juta ton digunakan untuk kepentingan politik 2024.
Menurut Johan, selama ini DPR selalu menentang kebijakan impor beras namun pemerintah selalu ‘ngotot’ untuk impor dan apa yang terjadi pada tahun 2024 memang patut diduga telah terjadi penyalahgunaan wewenang atas pangan demi kepentingan elektoral 2024.
“Pemerintah selalu berdalih bahwa El-Nino menjadi penyebab krisis pangan padahal ini hanya alibi untuk menutupi kelemahan pemerintah dalam produksi beras dan alasan untuk memuluskan impor beras,” kata Johan dihubungi Senin, 1 April 2024.
“Jadi urusan beras yang seharusnya menjadi urusan prioritas malah dijadikan alat politik oleh kekuasaan untuk kepentingan elektoral,” sambungnya.
Johan menilai adanya kejadian dugaan penyalahgunaan wewenang pemerintah atas pangan demi kepentingan politik. Dia mengusulkan ke depan perlu penguatan norma jaminan perlindungan hak atas pangan sebagai materi muatan konstitusi di mana ada sanksi yang tegas atas berbagai praktik penyalahgunaan wewenang pemerintah (Abuse of Power) atas ber berbagai kebijakan pangan, termasuk bansos pangan.
Bagi Johan, Mahkamah perlu memberikan kepastian hukum bagi setiap warga negara agar haknya di bidang pangan lebih terjamin dan bukan seperti yang terjadi selama ini, bahwa seolah-olah rakyat harus berterimakasih kepada pemerintah dengan cara mengikuti pilihan politik tertentu.
“Hal ini mengurangi daya nalar masyarakat untuk memilih sesuai dengan pilihannya padahal di sisi lain pemerintah sesungguhnya telah banyak melakukan kebijakan yang telah mencederai kedaulatan pangan nasional,” kata politisi asal Pulau Sumbawa ini.
Johan mencontohkan, anggaran Bansos ketika masuk 2024 terus ditingkatkan namun malah anggaran pertanian terus dikurangi setiap tahun, dan ketika harga pangan melambung tinggi pemerintah tidak berdaya.
Legislator Senayan ini menandaskan bahwa ketika pemerintah melakukan kesalahan fatal atas urusan pangan ini maka sesungguhnya telah menyalahi konstitusi, sebab menurutnya walaupun dalam batang tubuh UUD 1945 belum ada jaminan eksplisit mengenai hak atas pangan, namun secara implisit, jaminan hak atas pangan terdapat dalam pasal 28C ayat (1) dan pasal 281 ayat (4) dari UUD 1945.
“Saya menekankan bahwa urusan pangan merupakan tanggung jawab konstitusional pemerintah yang harus dijalankan sesuai konstitusi dan bukan untuk kepentingan politik elektoral,” ujar dia. (*)