Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki ragam suku, budaya dan agama, maka tidak heran beda daerah beda pula budayanya. Ini yang menjadikan Indonesia memiliki daya tarik tersendiri.
Misalnya salah satu pulau yang berada di Nusa Tenggara ini yaitu pulau Lombok, pulau sunda kecil yang didiami oleh suku Sasak yang hanya luasnya sekitar 4.739 km2 yang dihuni sekitar 3,7 jiwa. Lombok selain memiliki bentang alam yang sangat indah, juga menyimpan budaya yang sangat beragam, kental dengan adat yang sampai hari ini tetap terjaga dan lestari yang layak kita tahu.
Berikut 7 upacara adat yang harus kita tahu saat mengunjungi Lombok
- Maulid adat Bayan
Sebuah kegiatan adat yang berkaitan dengan maulid Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan oleh masyarakat adat bayan, Lombok Utara yang diselenggarakan selama dua hari sebagai penghormaan terhadap Rasulullah.
Penyelenggaran Maulid Adat Bayan ini dipusatkan di Masjid Kuno Bayan pada tanggal 14 hingga 15 Rabiul awal bulan Hijriah dengan berbagai rangkaian ritual adat, seperti mendatangi Kampu Desa (balai desa adat) untuk menyerahkan hasil bumi, penyemputan gamelan, penumbukan padi menggunakan lesung oleh para wanita, pada malam harinya diadakan perisaian.
Pada hari kedua dilaksanakannya ritual membersihkan beras yang dilakukan oleh para perempuan secara beriringan menuju mata air tua. Pada sore hari para pemuda dengan berpakaian adat secara beriringan membawa sajian hidangan yang sudah dimasak menuju Masjid Kuno Bayan. Sesampainya di Masjid Kuno seorang pemangku memimpin doa dan setelah itu di laksanakan makan bersama yang diikuti oleh semua yang ada di Masjid Kuno Bayan.
Tentunya semua ritual diatas dilaksanakan dengan ketentan adat Bayan yang sudah turun temurun sejak ribuan tahun.
- Bau Nyale
Nyale adalah salah satu cacing laut yang biasanya muncul tanggal 20 bulan 10 menurut perhitungan Warige ( penanggalan Suku Sasak ).
Bau Nyale berasal dari kata Sasak yang Bau berarti menangkap dan Nyale berarti cacing laut yang muncul di permukaan. Masyarakat suku Sasak di Lombok mempercayai bahwa Nyale itu sendiri jelmaan dari Putri Mandalika. Dalam cerita suku Sasak, konon dulu ada seorang putri yang sangat cantik, arif dan bijaksana bernama Putri Mandalika dari kerajaan Tojang Beru, salah satu kerajaan di Pulau Lombok saat itu.
Dengan kecantikan parasnya dan sifatnya yang begitu baik sehingga banyak pangeran dari kerajaan lain ingin mempersunting Putri Mandalika. Akan tetapi Putri Mandalika merasa sulit untuk memutuskan siapa yang akan diterimana lamarannya. Oleh karna itu supaya tidak ada kekecewaan dan perselisihan terjadi antar kerajaan yang melamarnya, Putri Mandalika memutuskan untuk membuang dirinya di laut pantai Selatan Lombok yang disaksikan oleh semua pangeran dan rakyaknya. Tidak lama setelah itu muncullah cacing-cacing laut yang sangat banyak yang dipercayai sebagai jelmaan Putri Mandalika.
Sejak itu pada tanggal 20 bulan 10 dan tanggal 20 bulan 11 Penanggalan sasak atau kisaran bulan Februari – Maret kerap diadakan pesta adat Bau Nyale oleh suku Sasak yang tempatnya di sepanjang pesisir pantai selatan Lombok.
Sekarang lebih di kenal sebagai Festival Bau Nyale. Dan nama putri Mandalika pun diabadikan pada sebuah Kawasan Ekonomi Khusus di Lombok yaitu KEK Mandalika.
- Ngayu -ayu
Sebuah ritual adat yang diadakan tiga tahun sekali yang masih dilestarikan sampai hari ini oleh masyarakat Sasak yang berada di lereng Gunung Rinjani tepatnya di desa sembalun Lombok Timur. Ngayu-ayu adalah sebuah ritual adat Sasak yang dilakukan secara turun temurun sejak ratusan tahun yag lalu atas bentuk rasa sukur masyarakat atas limpahan hasil bumi yang diberikan oleh Tuhan YME, serta bisa dihindari dari segala macam bencana.
Ngayu-ayu ini biasanya dilaksanakan selama dua hari pada bulan Juli. Adapun beberapa rangkain ritual yang dilakukan adalah pengumpulan air dari tujuh sumber mata air mengalir dan selanjutnya air ini dikumpulkan jadi satu di makam adat Sembalun. Selanjutnya dilaksanakan penyembelihan kerbau oleh ketua adat di mana kepala kerbau tersebut dikubur dengan maksud sebagi pengaman masyarakat dari bencana. Kemudian dagingnya dimasak untuk dimakan besama. Setelah itu, diadakan ritual penurunan bibit padi dari lumbung yang diiringi dengan bacaan-bacaan sampai peroses penyemaian.
- Perang Topat
Ritual satu ini adalah bentuk simbol keharmonisan masyarakat suku Sasak dan masyarakat Hindu Bali yang hidup berdampingan tanpa ada gesekan suku maupun agama.
Perang Topat atau perang menggunakan ketupat sebesar butir telur dilakukan setelah upacara pujawali. Pada Perang Topat ini, antara masyarakat Islam suku Sasak dan Hindu Bali saling lempar menggunakan ketupat di dalam komplek Pura Lingsar Lombok Barat. Biasanya ritual ini diselenggarakan setiap tahun pada bulan Purnama Sasih ke enam menurut kalender Bali atau bulan Kepituq ( Tujuh ) menurut kalender Sasak.
- Rebo Bontong
Rebo Bontong yang artinya hari Rabu terakhir pada bulan kedua penanggalan hijriah yaitu bulan Safar. Tradisi Rebo Bontong ini digelar untuk merayakan masa menjelang bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Rebo Bontong rutin dilakukan oleh masyarakat suku Sasak yang ada di Desa Pringgabaya Lombok Timur. Tradisi ini merupakan ritual mandi beramai- ramai di pantai tepatnya di pantai Tanjung Menangis (dulu dikenal dengan nama Pantai Ketapang) Pringgabaya. Bukan itu saja, dalam acara tradisi ini ada beberapa ritual adat yang harus dijalani yaitu ritual Tetulak Tamperan di mana semua tokoh baik tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat bekumpul di sekitar pantai untuk melarungkan sesajen berupa beberapa jenis hidangan makanan. Sesajen dan bunga rampai yang di arak menggunakan ancak (Bambu yang dianyam) dan kepala kerbau yang dibungkus kain putih juga ikut dihanyutkan dengan maksud agar terhindar dari semua musibah.
- Mulang Pekelem
Mulang pakelem adalah sebuah tradisi umat Hindu di pulau Lombok untuk menjaga keharmonisan antara manusia dan alam. Tradisi ini diselenggarakan di Danau Segara Anak yang berada di Gunng Rinjani yang dipercaya sebagai tempat tersakral di Lombok. Tempat berkumpulnya para dewa yang memberikan semua sumber kehidupan berupa kekayaan alam di Lombok.
Hal tersebut didasari untuk memberikan sebuah pengorbanan suci agar alam dibersihkan dari kekuatan jahat agar manusia bisa hidup harmonis dengan alam sekitar. Upacara ini dilaksanakan selama tiga hari termasuk perjalanan menuju Danau Segara Anak yang diikuti oleh ribuan umat Hindu yang ada di Lombok dan biasanya diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
- Sorong Serah
Upacara adat yang berarti Sorong = dorong, Serah = menyerahkan, adalah tradisi turun temurun suku Sasak yang dilaksanakan setiap ada masyarakat yang melangsungkan perkawinan. Sorong Serah ini dilakukan beberapa hari setelah dilangsungkannya ijab Kabul di mana rombongan keluarga mempelai laki-laki dengan berpakaian adat sasak lengkap mendatangi rumah mempelai perempuan dengan membawa seserahan berupa ceraken (wadah tempat penyimpanan bumbu) yang berisi kepeng tepong (uang bolong) dan diikat dengan selendang khas sasak dan pisau.
Makna yang terkandung dalam prosesi ini adalah untuk mengabarkan bahwa semua proses pernikahan telah dilalui baik secara agama maupun adat.
Dengan banyaknya ragam adat dan budaya menambah kekayaan bangsa. Selanjutnya kita sebagai generasi penerus harus mampu menjaganya dalam kebinekaan.
Salam Pesona Indonesia (Al)