Lombok Timur – Beberapa lokasi hutan lindung di bawah pengawasan Kantor Kawasan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Timur saat ini dikelola menjadi kawasan wisata yang oleh masyarakat.
Akan tetapi hasil pengelolaannya hanya masuk ke kelompok masyarakat pengelola dan retribusi hanya masuk ke pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB). Sementara retribusi ke pemerintah kabupaten (Pemkab) Lombok Timur tidak ada, padahal lokasi kawasan hutan itu berada di Lombok Timur.
Menanggapi hal itu Kepala KPH Rinjani Timur Mustara Hadi mengatakan bahwa beberapa lokasi kawasan hutan yang dikelola oleh kelompok masyarakat, seperti bukit anak dara, Pall Jepang, Pantai Pink dan beberapa lokasi kawasan hutan di bawah tanggung jawab KPH Rinjani Timur dilakukan dengan kemitraan.
Proses kerjasama pun dilakukan sesuai dengan regulasi yang ada dalam peraturan daerah (Perda) oleh kelompok pengelolaan wisata dengan pihak Kehutanan, sehingga pengelolaannya legal. Pengelolaan pun dilengkapi dengan tiket yang diterbitkan langsung oleh Bappenda NTB. Sedangkan harga tiket sendiri disesuaikan dengan Perda retribusi dengan sistem bagi hasil. Di mana dalam sistem pembagiannya yaitu retribusi yang disetor ke provinsi 25 persen, sedangkan sisanya 75 persen untuk kelompok pengelola.
“Jadi sebenarnya dia sudah ada kemitraan dengan Kehutanan, itu ada aturannya dan sudah legal untuk kelompok pengelola wisata. Itu sudah kita lengkapi dengan tiket yang sudah diterbitkan oleh Bappenda provinsi NTB, Itu untuk semua titik kawasan destinasi di bawah KPH,” ungkap Mustara Hadi, saat dikonfirmasi di Kantornya pada, Senin (29/7).
Dikatakannya, pihaknya berharap Pemkab Lombok Timur (Lotim) terlibat dalam pengelolaan destinasi tersebut, tetapi tentu pihak Pemkab Lotim harus berkontribusi investasi dalam pengelolaan tentunya. Termasuk juga Pemdes juga bisa terlibat dengan berkontribusi yang sama.
Salah satu contoh investasi dari Pemkab Lotim yaitu, misalnya Dinas Pariwisata programkan berugak di lokasi pengelolaan wisata dan lain sebagainya disesuaikan kebutuhan lokasi kawasan wisata dikelola.
“Seperti yang saya katakan semua pihak bisa masuk. Desa saja kita harap dia bisa masuk, justru kita berharap kabupaten juga bisa terlibat,” tegasnya
Sementara beberapa titik lahan yang bisa ditanami jagung oleh masyarakat, saat ini pihaknya mendorong untuk menanam bibit kayu putih untuk wilayah panas dan curah hujannya sedikit misalnya di Pringgabaya, Sambelia, dan Jerowaru.
Karena nanti kalau masyarakat sudah panen kayunya akan disuling untuk minyak kayu putih. Karena pohon kayu putih ini sekali menanam tapi nanti panennya hingga 25 hingga 30 tahun.
“Kalau tidak diminati masyarakat, setelah di tana masyarakat tinggalkan. Tapi kalau diminati pasti dijaga oleh mereka,” ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya sangat terbuka dalam pengelolaan semua titik kawasan destinasi wisata. Padahal Pemprov NTB dan semua Pemkab sebelumnya sudah ada kerjasama, tapi tidak ada tindaklanjut dari MoU itu oleh Pemkab dan saat ini sudah berakhir perjanjian tersebut.
Kendati demikian, pihaknya siap untuk berkolaborasi dalam pengelolaan tersebut. Pihaknya persilahkan Pemkab Lotim untuk membangun komunikasi dengan Pemprov NTB terkait hal ini untuk kerjasamanya.
“Intinya bisa didiskuskani. Silahkan Pemkab Lotim melakukan komunikasi dengan Pemprov untuk bekerjasama, kami tinggal jalankan saja,” tandasnya. (HH)