Oleh : Dr. Maharani
Peneliti Lombok Research Center (LRC)
Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi sektor pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB). Kebijakan pembatasan perjalanan yang dilakukan serta kontak sosial berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke NTB secara umum maupun terhadap kunjungan wisatawan ke desa-desa wisata yang ada di NTB khususnya. Data dari Dinas Pariwisata Prov. NTB menyebutkan jumlah kunjungan wisatawan yang datang pada tahun 2020 sebesar 400,595 wisatawan. Jumlah kunjungan tahun 2020 ini sangat jauh menurun dibandingkan kunjungan wisatawan tahun sebelumnya yaitu 3,7 juta lebih wisatawan pada tahun 2019 dan 2,8 juta lebih pada tahun 2018.
Masyarakat NTB terutama yang ada di pedesaan pada umumnya kurang siap baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menghadapi suatu krisis yang berkepanjangan, seperti krisis yang disebabkan oleh Covid-19 ini. Banyak faktor yang mempengaruhi kesiapan masyarakat pedesaan, antara lain seperti, faktor usia, tingkat pendapatan masyarakat di desa yang masih rendah, keragaman ekonomi yang relatif masih kurang, kemudian adanya kesenjangan digital serta jarak dari pusat kesehatan.
The United Nation World Tourism Organization (UNWTO) meramalkan bahwa ke depan pasca Covid-19 pertumbuhan pariwisata domestik akan lebih dulu stabil dibandingkan dengan pariwisata internasional. Untuk itu, Lombok Research Center (LRC) berharap tata kelola desa wisata yang ada di seluruh wilayah NTB lebih ditingkatkan, karena akan menguntungkan masyarakat pedesaan yang menjadi lokasi desa wisata. Apabila hal ini dapat dipraktekan maka, akan menjaga mata pencaharian masyarakat yang tentunya akan berdampak terhadap peningkatan ekonomi lokal.
Masuknya Desa Tete Batu mewakili Indonesia dalam ajang Penghargaan Desa wisata dunia memberikan angin segar baru bagi pariwisata di NTB. Acara yang digelar tahunan oleh UNWTO ini merupakan ajang bergengsi di dunia pariwisata dunia.
Masuknya Desa Tetebatu sontak membuat pemerintah Daerah NTB maupun Lombok Timur seolah-olah bangun dari tidurnya. Koordinasi gerak cepat dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Bahkan dalam dua minggu terakhir Gubernur dan wakil Gubernur pun datang langsung berkunjung ke Desa Tetebatu dengan membawa personil lengkapnya.
Dengan datangnya secara langsung Gubernur dan Wakil Gubernur ke Tetebatu mendorong semua pihak untuk turut serta bergotong royong dalam mensukseskan Tete Batu menjadi juara di tingkat Dunia.
Pembangunan pariwisata dengan penguatan gotong royong mutlak dilakukan. Adanya kerjasama dari semua lapisan untuk kepentingan dan tujuan bersama. Dalam konsep Gotong Royong di Tetebatu ini, Masyarakat setempat harus menjadi pelaku utama. Hal ini dilakukan untuk memberikan peluang bagi para petani dan masyarakat setempat lebih memanfaatkan suatu lahan untuk dijadikan tempat atau wadah tempat wisata yang melibatkan masyarakat dalam pembangunannya.
Dengan adanya gotong royong diharapkan semua masyarakat ikut serta dalam pengembangan tempat wisata yang mana nantinya memberi dampak positif bagi masyarakat itu sendiri. Gotong royong ini bukan hanya sebagai bentuk kegiatan kerja tetapi mempererat rasa kebersamaan. Selain itu, Gotong Royong juga menjadi salah satu bentuk melestarikan budaya yang sudah ada sejak turun temurun.
Adanya keikutsertaan masyarakat untuk secara bersama-sama membangun dan mengelola wisata ini disebut pengembangan desa wisata dengan konsep Community Based Tourism (CBT). CBT merupakan konsep pengembangan wisata yang memberikan kesempatan penuh bagi masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam seluruh kegiatan sehingga tercipta pengembangan wisata yang berkelanjutan.
Melalui konsep ini maka diharapkan pengembangan wisata yang dilakukan berdasarkan pada aspirasi, dilaksanakan dengan keterlibatan penuh dari masyarakat dan memberikan manfaat utamanya pada kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam CBT menjadi penting untuk diukur dalam rangka mengetahui sejauh mana keterlibatan masyarakat sehingga keputusan mengenai tindak lanjut kebijakan pengelolaannya menjadi semakin jelas.
Sebagai subjek utama dalam industri wisata, masyarakat memiliki hak yang mutlak secara utuh terhadap pengembangan wilayahnya sebagai destinasi wisata sehingga masyarakat memegang peran sebagai pengontrol bentuk, pengembangan dan pengelolaan pariwisata di daerahnya. Di sisi lain, masyarakat sebagai pelaku memiliki pandangan tersendiri terkait dengan pariwisata berbasis masyarakat ini. Mereka beranggapan bahwa pengembangan pariwisata di daerahnya diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi pendapatan keluarganya.
Dalam beberapa kajian yang dilakukan oleh Lombok Research Center menyebutkan bahwa pariwisata mampu memberikan manfaat dalam bentuk penguatan ekonomi lokal, yang antara lain berupa adanya peningkatan nilai tambah produk local, adanya peningkatan perputaran uang di daerah, pendapatan tambahan kepada masyarakat, serta peluang pekerjaan yang dapat ditangkap oleh masyarakat.
Dari sisi pelaku dan pegiat pariwisata, Gotong royong akan memberikan model pola kerjasama dan kolaborasi antar pihak. Pariwisata ini merupakan ladang mencari nafkah bersama. Sehingga jika menginginkan ladang ini terus menghasilkan, maka lahan ini harus dijaga bersama.
Langkah bersama antar pegiat dan pelaku pun sudah mulai dilakukan. Asosiasi homestay di bawah komando Bapak Ahyak bahkan sudah mendesain 7 langkah strategis yang harus dilakukan bersama. Ketujuh langkah strategis ini berbasis lokal.
Adapun tujuh langkah strategis ini yaitu Membangun Teamwork yang kuat, Fokus dan hindari konflik internal, Penyiapan yang terukur dan terarah, Observasi unikasi dan keunggulan diri, Observasi unikasi dan keunggulan competitor, Proyeksi tingkat probabilitas kemenangan, Penyiapan strategi alternatif berdasarkan perkembangan perubahan dan yang terakhir Pemanfaatan sumber daya yang efektif dan efisien.
Tujuh strategi ini didapat dari hasil diskusi, pengalaman empiris dari para pelaku dan pegiat selama menjalankan bisnis dalam bidang pariwisata.
Pemerintah daerah maupun stakeholder lainnya dalam mendukung pengembangan desa wisata diharapkan fokus pada fasilitas pendukung yang diperlukan oleh tete Batu. Dalam kunjungan langsungnya ke Tete Batu, Wakil Gubernur NTB menegaskan semua pihak harus terlibat dan bergerak cepat dalam rangka mempersiapkan desa wisata Tete Batu menjadi juara. Segala persiapan baik infrastruktur, fasilitas dan sarana prasarana dan pendukung lainnya harus segera diselesaikan.
Pemerintah Provinsi NTB akan terus bersinergi dengan pemerintah Kabupaten Lombok Timur untuk memastikan indikator yang mendukung penilaian desa wisata segera diselesaikan. Termasuk kesiapan masyarakat desa untuk bahu membahu dalam mewujudkan lingkungan desa yang bersih dan lestari.
Infrastruktur dasar yang harus tersedia antara lain tempat sampah dan MCK, akses jalan dan petunjuk rute menuju desa wisata yang masih kurang. Yang terakhir yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pengelolaan desa wisata adalah bagaimana menghadirkan suasana alam yang akan membuat wisatawan yang datang berkunjung merasakan rileks serta dapat melupakan dari beban rutinitas kesehariannya.
Mari jadikan Desa Tetebatu sebagai embrio untuk bangkit bersama. Tete Batu kita jadikan mimpi bersama untuk membagun model kolaborasi multi pihak dalam pembangunan pariwisata di daerah kita. Dan mari sebagai masyarakat, pelaku, pegiat dan pemerintah kita kibarkan bendera merah putih di NTB, jangan kita kibarkan bendera putih seperti di dareh lain, dan hanya Untuk kesejahteraan bersama.
Sepertinya infrastruktur sperti jalan perlu juga jadi perhatian, sebagai penunjang mobilitas wisatawan maupun warga menuju objek wisata tete batu. Jl. Paokmotong-Kotaraja contohnya perlu segera diperluas dan diperbaiki